PART
1.
Perwira itu menerima surat, mengamati tulisan dan capnya, kemudian membuka
sampul dan mengeluarkan suratnya. Setelah membaca surat itu, wajah perwira itu
berseri dan ia menepuk pakenya sendiri.
“Bagus! Kiranya di sana tempat persembunyian kakek jembel yang telah lama
kucari-cari itu? Hemmm, benar-benar Sang Puteri amat hebat dan cerdik, sudah
dapat mengetahui tempat persembunyiannya. Sekarang ini akan dapat kukencurkan
sisa-sisa Pek-lian Kai-pang yang sudah banyak membikin pusing para petugas
keamanan! Silakan Suma-sicu kembali ke kota raja dan melaporkan bahwa kami
akan melaksanakan perintah Sang Puteri sebaik-baiknya. Dan sebaiknya sicu
menunggang kuda, akan kuperintahkan menyediakan kuda terbaik dan bekal secukupnya!”
Akan tetapi Ken Ken mengangkat tangan kanannya dan berkata, “Tidak, ciangkun.
Saya menerima tugas dari Sang Puteri untuk menyaksikan sendiri sampai perintah
itu dilakukan dengan hasil baik, bahkan saya diperintahkan membantu. Setelah
berhasil, baru saya akan kembali ke kota raja dan menyampaikan pelaporan
kepada Sang Puteri.”
“Begitukah? Bagus sekali!” Perwira itu menjadi girang dan wajahnya berseri.
“Dengan bantuan sicu (anda) yang gagah perkasa, akan lebih cepat para
pemberontak itu dikencurkan!” Perwira itu lalu bertepuk tangan dua kali.
Masuklah lima orang pelayan wanita yang cantik-cantik. Dengan suara keras dan
singkat Su-ciangkun memberi perintah untuk mengeluarkan hidangan.
Ken Ken merasa sungkan sekali, karena ketika perwira itu mengajaknya makan
minum telah memanggil tiga orang wanita cantik setengah telanjang tadi dan
menyuruh mereka melayani!
“Ha-ha-ha, jangan sungkan-sungkan, Suma-sicu (saudara Suma). Mereka ini adalah
selir-selirku yang bertugas mengawani dan melayaniku di sini. Jangan sungkan,
kalau sicu menginginkan seorang di antara mereka, tunjuk saja! Ha-ha-ha, aku
akan merasa bangga kalau ada selirku yang memenuhi selera seorang seperti
sicu.”
“Terima kasih, ciangkun. Ti…. Tidak…. Saya…. Saya amat lelah dan setelah makan
akan beristirahat. Perjalanan jauh yang saya lakukan amat melelahkan. Pula,
saya rasa ciangkun akan melakukan persiapan secepatnya untuk segera menyerbu
para pemberontak itu.”
“Ha-ha-ha-ha! Suma-sicu benar mengagumkan, begini penuh semangat! Baiklah,
kalau sicu ingin beristirahat.” Ia memberi tanda dengan tangan kepada seorang
di antara tiga orang wanita itu. “Kau antarkan Suma-sicu ke kamar tamu sebelah
kanan!”
Ken Ken menjura kepada perwira itu, menyambar tongkatnya dan terpincang-pincang
mengikuti wanita yang berjalan dengan pinggul menari-nari. (kaki KenKen kenya
tinggal sebelah) Wanita itu membawanya ke sebuah kamar yang indah dan terlalu
bersih bagi Ken Ken yang semenjak meninggalkan Istana Pulau Es belum pernah
memasuki kamar seindah ini.
“Saya akan menemani taihiap semalam di sini….” Wanita itu tersenyum dan
membanting tubuhnya ke atas tempat tidur. Karena ia menjatuhkan diri
terlentang, sutera penutup tubuhnya yang memang tidak rapat itu tersingkap dan
tampaklah oleh Ken Ken kulit paha dan perut yang putih kuning. Matanya menjadi
“silau” dan ia memejamkan kedua matanya.
“Hi-hi-hik….
Marilah taihiap…. Apakah seorang gagah perkasa seperti taihiap takut kepadaku?
Hi-hik….!” Ken Ken merasa betapa kedua lengan wanita itu yang telah bangkit
seperti dua ekor ular merayap melingkari lehernya, tubuh wanita itu
menggeser-geser tubuhnya dan bau harum memasuki hidungnya.
Ditariknya kepala Ken-ken ke bagian dadanya, dan sepertinya dia menyuruh Ken-ken
menciumi bagian dadanya. Selir Su pun membuka satu persatu kancing di dadanya.,
payudaranya kenyal sekali. Putingnya yang kecil dijilati Ken-ken dan disedot
bergantian kiri dan kanan. Dia seperti kepedasan, tapi mendesisnya berbeda.
“Ayo, hisap dong tetekku..” desahnya.
Ken-ken ragu-ragu, menunggu agak lama-lama, ia akhirnya melumat payudara yang
bulat itu. Awalnya yang kiri, dan yang kanan meremas-remas. Selir Su mengerang
dan menjatuhkan diri ke ranjang.
“Aahh.. sstt, ayyoohh.. sedot yang kuat.. taihiap. . . (pendekar besar).. hh..,
hiissaapp.. putingnya oohh.. oohh..!” desahnya.
Ken-ken dengan kurang semangat menghisap sesuai perintahnya. Sesaat Ken-ken
menggigit lembut putingnya.
“Aaahh.. ennakk..! Hhh.. sedot terus.. sstt.. yang.. kuathh.. aahh..!” jeritnya
sambil menggelinjang.
Rupanya arus kenikmatan mulai menerpa Selir Su. Tangan kanannya mulai
menjelajah vaginanya yang masih tertutup CD. Wah, sudah basah rupanya..!
Apalagi saat jari tengah Ken-ken menyelinap di antara bibir kewanitaan, terasa
sekali beceknya. Pinggulnya mulai naik turun, rupanya Selir Su sadar ada benda asing
yang menggesek kemaluannya. Apalagi saat jari Ken-ken menyentuh klitorisnya,
makin kencang goyangannya. Seakan berusaha agar jari Ken-ken tetap di
klitorisnya, tidak pindah kemana-mana. Terbukti saat tangannya memegang tangan Ken-ken
yang ada di kemaluannya,
”Ya.. taihiap.. teruss.. oohh.. sstt.. gesek itilku.. oohh..!” erangnya.
Tangannya perlaken-laken merambat ke selangkangan Ken-ken. Dia meraba adik Ken-ken
dari bagian luar celana yang rasanya sudah mau meledak. Dikucel-kucelnya celana
Ken-ken dengan gerakan hiperaktif. Ken-ken jadi pecah konsentrasi menciumi
payudaranya, sehingga akhirnya Ken-ken posisikan diri telentang. Dengan
demikian tanggannya lebih leluasa meraba kejantanan Ken-ken dari luar. Dia
tidak puas pelan-pelan mencari celah untuk memasukkan tanggannya ke dalam
celana Ken-ken. Digenggamnya kejantanan Ken-ken, dan dikocok-kocok. Ken-ken
menjadi sangat terangsang. Tetapi Ken-ken dengan malas berhasil mengendalikan
diri agar tidak cepat muncrat.
“Woowww..
ternyata enak banget rasanya.. ohh..?” desah Ken-ken.
“Kamu tetap berdiri, ya taihiap.. jangan rebah..!” pintanya sambil tersenyum
manis.
Ken-ken mengangguk saja. Tiba-tiba dia langsung menghisap penis Ken-ken, bahkan
mengocok-ngocok di mulutnya.
“Ohh..?” desah Ken-ken keenakan.
“Hhmm.. slurp.. slurp..! Aahh.. slurp.. slurp..!”
Kadang-kadang dia sengaja mengguncang-guncang penis Ken-ken ke kiri ke kanan
dengan mulutnya, sementara kedua tangannya mengelus-elus pantat dan bijinya.
“Aahh.. jangan kenceng-kenceng dong, Enci..!” kata Ken-ken saat dia menghisap
dengan bernafsu.
Dia kenya tersenyum, lalu meneruskan kegiatannya. Hisap.. lepas.. hisap..
lepas.., terus sampai akhirnya dia seperti kelelaken.
Kelihatan sekali dari sorot matanya yang liar kalau dia sudah sangat tegang.
“Sudah lama saya tidak mengisap burung seenak ini, ..”
“Enci..”panggil Ken-ken.
“Yah mmhh..” desisnya sambil mencium kepala kemaluan Ken-ken,”Panggil niocu..
(istriku) aahh.. saja ya.. sstt..” desahnya.
Kembali dia menjilat kemaluan Ken-ken dengan lidah meliuk-liuk seperti lidah
ular.
Dilucutinya celana Ken-ken sehingga kejantanan tegak bebas siap diluncurkan.
Sementara itu tangannya membimbing tangan Ken-ken mengarahkan ke vaginanya. Ken-ken
turuti tanpa perlawanan, dan segera mencari segitiga emasnya. Ken-ken raba dari
bagian luar gaunnya, dan pelan-pelan Ken-ken tarik gaunnya ke atas sehingga
tangan Ken-ken dapat menyentuh CD-nya. Celananya terasa agak lembab terutama di
bagian bawah. Tangan Ken-ken berusaha mencari jalan ke dalam celana dalamnya
dan mendapati gundukan dengan bulu tipis dan belaken yang basah.
Segera Ken-ken cari kelentitnya. Dia lalu tidur telentang sambil berusaha
melepas CD-nya sendiri. Setelah tanpa CD dia memberi keleluasaan tangan Ken-ken
mengucek-ucek klitroisnya. Dalam hal mengucek, Ken-ken belum memiliki
ketrampilan, sehingga gerakan Ken-ken sangat diresponnya dengan rangsangan yang
semakin hebat dirasakannya. Selir Su kini tidak lagi mengocok-kocok kejantanan Ken-ken,
sudah lupa barangkali. Tidak lama kemudian tangan Ken-ken dijepitnya dengan
kedua paha dan tangannya menekan tangan Ken-ken ke kemaluannya. Ken-ken
berhenti mengucek-ucek. Vaginanya terasa berdenyut-denyut seperti denyutan
kalau kejantanan Ken-ken memuntahkan pelurunya. Dalam keadaan orgasme itu Ken-ken
segera menyergap mulutnya, dan Ken-ken sedot kuat-kuat. Selir Su sampai
terengah-engah, dan Ken-ken kembali telentang sambil kejantanan tetap siaga di
tempatnya. Ken-ken pasrah saja tidak lagi mengambil inisiatif apa-apa.
Sekitar
5 menit kemudian dimiringkan badannya menghadap Ken-ken. Dan Ken-ken pun
ditariknya agar juga miring menghadap dirinya. Ditepatkan vaginanya ke
kejantanan Ken-ken, dan kakinya sebelah naik ke badan Ken-ken. Kejantanan Ken-ken
digesek-gesekkan ke vaginanya, dan sesekali dia usahakan dimasukkan ke dalam
liang vaginanya. Tapi usaha memasukkan itu selalu gagal, karena sempitnya liang
senggama itu. Ken-ken pasrah saja. Linu juga rasanya kepala kejantanan ini
digosok-gosokkan ke arah kelentitnya, Bulu kemaluannya terasa lembut menyentuh
paha Ken-ken, sedangkan batang kemaluannya merapat di perutnya.
“Mau lari kemana, kongcu..? Jahat..!” katanya sambil menggesek-gesekkan puting
susunya ke puting Ken-ken, rasanya nikmat sekali.
“Orang aku lagi mau ‘keluar’ koq dikerjain.. hh..? Itu tidak boleh, taihiap..!”
omelnya sambil menatap tajam.
“Ya aku.. Aku salah..” kata Ken-ken.
Lalu ia pagut bibirnya yang basah itu. Langsung dibalas dengan ganas. Selir Su
memeluk Ken-ken dengan erat sambil menggesek naik turun kemaluannya ke
kejantanan Ken-ken.
Kemudian dia menghentikan pagutannya, lalu tersenyum mengejek Ken-ken.
“Kamu sudah bikin aku pusing, kamu harus aku hukum..” katanya.
“Dihukum apa enci..?” kata Ken-ken penasaran.
“Hukumannya ini..” lalu Selir Su meraih kejantanan Ken-ken dan langsung
dimasukkan ke vaginanya, “Ngentotin sampai aku puaass.. oohh..!”
Lalu, Selir Su langsung menggenjot kejantanan Ken-ken naik turun. Aduh,
benar-benar nikmat tidak tahunya. Begitu ketat mencengkeram kejantanan Ken-ken.
Sementara itu, di depan wajah Ken-ken terpampang payudara besar yang
terguncang-guncang.
“Ahh.. oohh.., punya kamu.. enak kongcu.. sstt.. ahh.. sst.. ahh..” desahnya
sambil naik turun.
Ken-ken tidak dapat menjawab, soalnya lagi asyik melumat teteknya. Tangan Ken-ken
mengelus-elus sekitar pantat semoknya sampai belakang vaginanya, biar dia
benar-benar puas.
“Ah.. ah.. terus taihiap..! Jangan berhenti taihiap..! aku, suka ngentot sama
kamu.. hh enak.. ohh.. ahh..!” jeritnya.
Kadang Ken-ken mesentak juga dari bawah, dan Selir Su senang sekali kalau sudah
begitu.
“Sentak lagi.. oohh.. Aaa..! Iya.. iya.. begitu.. lagi.. lagii.. oohh..!”
Tanpa banyak buang waktu, Selir Su kembali melanjutkan goyangannya. Kadang
goyangnya benar-benar maut, sampai menyentak kepalanya ke belakang. Atau kadang
sambil meremas payudaranya. Atau dengan merebahkan kepalanya di dada Ken-ken.
Sambil mengocok, seperti biasa dia suka sekali berkata kotor.
“Hhmm.., ohh.. yess.. goyang.. ahh.. hhmm.. enak kan, taihiap..?”
“Enakk.. banget, enci..” lenguh Ken-ken.
“Seneng khaann.. taihiap..!”
“Ya, .. ssenang.. ohh..”
“Aku.. sukka.. punya kamu.. taihiap.. oohh..” desahnya manja.
“Aku menyesal enci.. ohh..” desah Ken-ken.
10 menit kemudian, a Ken-ken merasa seperti akan pipis, karena kejantanannya
sudah berdenyut. Rupanya Selir Su juga begitu. Dinding vaginanya mulai bergetar
dan sudah basah sekali. Genjotannya pun sudah mulai mengganas, seperti saat dia
menjerit tadi.
“Oohh..
nyonyaaaaa.. Aku mau.. pipis..”
“Aku.. juga kongcu.. (tuan muda) mau keluar.. taken yah.. kongcu, kita barengan
ya.. taihiap..!” desahnya.
Lalu, Selir Su sudah semakin tegang, makin erat memeluk Ken-ken.
“Auh.. aku sampai sayanggg ohh.. ahh.. ahh..!” jeritnya, makin lama makin
keras. Dan, “Teruss.., kongcu.. teruss.. aku.. ohh.. ahh.. aku keluarr..”
Dia menjerit dan menghentak-hentak dengan ganasnya. Saat itu, otot vaginanya
betul-betul tegang dan memerah batang kejantanan Ken-ken. Dia menyemprotkan
banyak sekali cairan..
Lalu, “Aku.. Aku mau pipis juga.. ohh..!”
“Pipiskan aja di dalam kongcu.. jangan dilepass.. taihiap.. aa..!”
“Crot.. crot.. crot..!” cairan Ken-ken muncrat di dalam vaginanya.
Keduanya sama-sama terengah-engah dengan nafas memburu dan terkulai lemas
saling bertindiken.
Hampir saja Ken Ken jatuh tertidur diatas tubuh gadis itu, kalau saja Selir Su
tidak menepuk-nepuk pantatnya dengan lembut,
“Tuan apakah pantas tidur disini … Aku bukan kasur lho” kata nyonya itu geli.
Ken Ken mengulingkan dirinya ke samping, ditolehnya nyonya itu, setelah terlampiaskan
nafsunya atau karena merasa menyesal, nyonya itu terlihat tidak cantik lagi di
matanya
Ken Ken mengeraskan hati dan sekali renggut dan mendorong, tubuh wanita itu
terhuyung ke belakang dan wanita itu menjerit kecil.
“Maaf….!” Ken Ken membuka matanya. “Aku…. Aku mau tidur sendiri.”
Wanita itu tertawa. “Hi-hik, taihiap masih…. Masih jejaka tulen!!”
Ken Ken memandang tajam dan berkata agak ketus, “Pergilah, aku mau mengaso!”
Ketika bertemu pandang dengan sinar mata pemuda itu, si wanita kaget dan seperti
seekor anjing dipukul dia tergesa-gesa pergi dari kamar itu melalui pintu,
lupa untuk menggoyang kibulnya seperti biasa!
Hari itu juga Su-ciangkun mengadakan persiapan, memanggil semua perwira pembantunya dan mengatur rencana untuk mengirim seribu orang pasukan menyerbu tempat persembunyian Pek-lian Kai-pang di lembah Huang-ho. Ken Ken yang diberi kebebasan pura-pura ikut pula melakukan pemeriksaan, bahkan ia lalu membantu untuk melakukan penjagaan dengan dalih kalau-kalau ada mata-mata musuh yang menyelundup dan mengetahui persiapan mereka. Su-ciangkun yang sudah mempercayainya tidak menjadi curiga dan Ken Ken lalu keluar dari benteng untuk “melakukan pemeriksaan” di luar daerah benteng. Padahal ia hendak mengenal tempat itu sehingga kalau sewaktu-waktu ia turun tangan membunuh musuhnya, ia akan mengenal jalan untuk menyelamatkan diri. Ia mengambil keputusan untuk membiarkan Su-ciangkun mengirim pasukannya untuk dibasmi oleh Lauw-pangcu yang memasang jebakan, kemudian dengan alasan ikut pula menyerbu, ia akan mempunyai banyak kesempatan “membereskan” musuh besarnya itu.
BERSAMBUNG.