Part 2
“Udah selesai makannya Mas ???” tanya Bu Leha.
“Udah Bu. Rasanya enak banget” jawabku.
“Wah aku senang sekali kalau masakanku…..”
Belum ia selesai berbicara aku sudah mengangkat tubuhnya dan kemudian mendekapnya. Aku langsung mendaratkan bibirku di bibirnya dan kami pun berciuman. Aku menyadari kalau ia sama sekali tidak melakukan perlawanan. Ia malah membalas ciumanku dengan sangat ganas. Bahkan ia lebih agresif denganku. Kedua tangannya melingkar di kepalaku dan menekan kepalaku semakin dalam ke bibirnya. Lidahnya begitu lihai bermain di dalam mulutku. Aku yang baru pertama kali ini berciuman jadi bingung harus membalas ciumannya seperti apa. Tanganku yang dari tadi sudah gatal ingin menjamah Apemnya pun mulai beraksi. Aku singkap dasternya ke atas dan langsung aku raba Apemnya yang tembem itu. Sangat hangat dan lembab sekali. Aku gesekkan jariku di klitorisnya dan pantatnya mulai ikut bergoyang. Cairannya semakin banyak keluar ketika aku masukkan satu jariku ke dalam lubangnya yang terasa sempit sekali.
“Hmmpppfffhhhh…hmmpppfffhhhhh…lebih dalam lagi…hmmmppfffhhh” suruhnya sambil terus mencium bibirku.
Aku masukkan jariku lebih dalam lagi sampai mentok. Aku korek Apemnya dan hal itu membuatnya merasa nikmat. Apemnya semakin menjepit jariku. Dinding Apemnya terus berkedut kencang. Kemudian aku arahkan satu jariku lagi ke lubang anusnya. Aku masukkan juga jariku itu ke lubang anusnya. Hanya saja sangat sempit jadi aku kesulitan untuk memasukkannya. Kemudian seperti orang kerasukan. Ia menjadi lebih agresif dengan berjongkok di depan selangkanganku. Ia turunkan celanaku hingga dan menggenggam Rudalku.
“Aku suka sama Rudal kamu ini. Aku mau menghisapnya lagi”
Ia kembali memasukkan Rudalku ke dalam mulutnya. Terlihat mulutnya cukup penuh oleh Rudalku karena meski tidak terlalu panjang tapi ukurannya cukup besar. Kepala maju mundur menghisap Rudalku. Tangannya tak henti – hentinya memijat buah pelirku dan itu sangat nikmat sekali. Aku sampai mendesis nikmat merasakannya. Hisapannya sungguh luar biasa sampai membuat Rudalku menjadi ngilu. Bu Leha juga sangat menikmati batang Rudalku karena ia terus menjilatinya.
“Bu, boleh aku menjilati Apem Ibu ???” tanyaku seperti anak kecil yang ingin meminta sesuatu.
“Tentu saja boleh. Dari semalam aku sudah ingin dijilati Apemnya sama kamu” jawabnya yang membuat aku tersenyum gembira.
Bu Leha menarik tanganku keluar dari kamar mandi. Kemudian ia duduk di atas meja makan sambil melebarkan kedua kakinya. Apemnya terlihat menggairahkan sekali dengan cairan putih yang menempel di bibir Apemnya. Tanpa pikir panjang lagi aku langsung menjilati Apemnya. Rasanya asin namun gurih dan ini merupakan pengalaman pertama bagiku menjilati Apem seorang wanita. Aku buka belahan Apemnya dan menemukan sebuah daging kecil di tengahnya. Aku gelitik daging itu dengan lidahku dan membuat tubuhnya menggelinjang.
“NIKMAAATTTT !!!! Terus jilat Apemku…terus jilaaaatttt” jerit Bu Leha.
Aku memasukkan lidahku ke dalam lubang Apemnya yang sempit itu. Ada cairan kental yang kudapat di dalam Apemnya dan terasa semakin asin. Tiba – tiba Bu Leha menggelinjang tak karuan. Tubuhnya bergerak kesana kemari hingga membuat aku sulit untuk menjilat Apemnya. Kemudian ia menahan kepalaku dan menggoyangkan pantatnya dengan cepat. Tiba – tiba ia mengeluarkan sedikit air kencingnya dan mengenai tepat di wajahku. Aku kaget bukan main karena semprotan kencingnya itu. Wajahku jadi basah kuyup karenanya. Tubuh Bu Leha bergetar hebat dan ia menggigit jari – jari tangannya sendiri. Aku segera mengambil handuk dan membersihkan wajahku yang basah itu. Kemudian aku membersihkan Apem Bu Leha yang juga sangat basah.
“Maaf ya Mas. Aku kalau orgasme suka ngeluarin kencing” katanya.
“Gak apa – apa kok Bu. Itu namanya squirt. Itu lumrah terjadi pada wanita” jawabku memberi penjelasan.
Aku sebenarnya suka dengan wanita yang orgasme dengan cara squirt. Kalau aku ingin menonton film porno, pasti aku akan mencari film dengan kategori squirt. Bagiku wanita yang orgasme dengan cara squirt terlihat lebih menggairahkan. Hanya saja karena hari ini aku kaget jadi aku tidak sempat menikmati orgasme Bu Leha. Aku membiarkannya untuk beristirahat sejenak. Ketika aku hendak membelai Apemnya lagi Bu Leha langsung melarangku. Katanya Apemnya ngilu dan terasa geli karena orgasmenya itu. Aku pun ingin mengambil kesempatan lainnya. Aku buka dasternya hingga ia telanjang bulat. Ia pun tiduran di atas meja makan sementara aku sibuk memainkan kedua payudaranya yang montok itu. Aku hisap kedua putingnya seperti bayi yang sedang menyusui. Aku hisap kuat hingga putingnya tertarik. Siapa tahu ada ASI yang bisa aku nikmati. Aku jilat putingnya yang keras itu dan sesekali menggigitnya. Lalu tak lama kemudian gairah Bu Leha sudah muncul kembali. Ia kini merengek agar aku segera menggenjot Apemnya.
“Entot aku sekarang Mas. Aku pengen ngerasain Rudalmu di dalam Apemku” rengek Bu Leha sambil memukul dadaku.
Ntah kenapa aku sangat gugup sekali. Mungkin karena saat itu aku akan merasakan yang namanya seks untuk pertama kali. Ada rasa takut dalam diriku ketika akan memasukkan Rudalku ke lubang Apemnya. Aku takut ia nanti hamil dan aku pun berencana untuk membeli kondom dulu di minimarket.
“Loh kok jadi ngentotnya Mas ???” tanya Bu Leha yang heran karena aku malah mengenakan celanaku.
“Aku mau beli kondom dulu Bu. Aku takut nanti Ibu hamil” jawabku dengan lugunya.
“Gak perlu Mas. Aku gak akan hamil dan takkan pernah hamil lagi” jawab Bu Leha menjelaskan.
“Kok gitu Bu ???” tanyaku lagi.
“Aku udah terkena kanker rahim. Jadi aku tidak akan bisa hamil lagi” jawabnya dengan nada sedikit lesu.
Lalu Bu Leha pun menceritakan kalau dulu ia sempat menjadi seorang pelacur. Karena profesinya itulah yang membuatnya akhirnya terkena kanker rahim. Anak bungsunya juga lahir karena hasil profesinya sebagai seorang pelacur dulu. Aku jadi sempat ragu untuk bercinta dengannya. Jangan – jangan Bu Leha saat ini sudah terkena penyakit HIV. Tapi kembali setan dalam diriku membisikkan kata – kata yang memaksaku untuk bercinta dengannya. Aku kembali membuka celanaku dan Bu Leha membimbing Rudalku untuk masuk ke dalam lubangnya.
“Tekan di situ Mas” suruh Bu Leha ketika Rudalku sudah berada tepat di depan lubang kenikmatannya.
Aku tekan perlahan namun tidak bisa. Rudalku terus menerus meleset dari lubangnya. Ntah karena ukuran Rudalku yang kebesaran atau karena lubang Apem Bu Leha yang sempit. Tapi aku tidak menyerah dan terus berusaha. Setelah beberapa kali percobaan akhirnya Rudalku berhasil masuk ke dalam lubangnya. Sangat sempit dan hangat sekali. Meski Apemnya sudah mengeluarkan banyak cairan tetap saja rasanya sangat peret sekali. Bu Leha meringis kesakitan ketika Rudalku berusaha masuk ke dalam lubangnya. Jari – jari tangannya mencengkram erat lenganku hingga kukunya menancap di kulitku dan itu sangat perih sekali. Karena aku tidak sabar, aku melakukan gerakan dorongan sedikit kasar dan membuatnya menjerit kesakitan.
“aduuhh maasss !!!!” Jerit Bu Leha memenuhi seluruh ruangan.
Aku cepat – cepat mencium bibirnya agar ia tidak menjerit lagi. Aku takut suara jeritannya terdengar hingga ke luar rumah. Kami berciuman beberapa saat dan membiarkan Rudalku beradaptasi dengan lubang Apemnya.
“Goyang yang pelan ya Mas” suruh Bu Leha.
Aku melebarkan kedua kakinya dan menggoyangkan Rudalku secara perlahan. Aku merasakan nikmatnya surga dunia itu. Jika Rudalku bisa berbicara, ia pasti akan menjerit bahagia karena bertemu dengan Apem yang sempit dan nikmat seperti milik Bu Leha. Rudalku terasa seperti dimasukkan ke dalam botol yang sempit. Dinding Apem Bu Leha juga ikut berkedut seperti tengah memijat Rudalku.
“Sekarang entot yang kuat Mas. Aku sudah tidak tahan” suruh Bu Leha.
Aku pun mengikuti perintahnya. Aku menggenjot memenya dengan sedikit cepat. Plek…plek…plek suara Rudalku yang sedang beradu dengan Apemnya. Kepala Bu Leha bergeleng ke kiri dan ke kanan. Tubuhnya menggeliat seperti cacing dan ia sangat seksi sekali saat itu.
“Ahhh…Ooohhh…Entot lebih cepat…Apemku terasa nikmat sayang…Ooohhhh” rintih Bu Leha.
Mendengar rintihannya yang vulgar itu membuat aku semakin bergairah. Aku mengangkat tubuhnya dan sekarang aku menggenjotnya sambil menggendongnya. Agak sedikit sulit namun gaya ini cukup nikmat bagiku. Setelah puas kami pun melakukan gaya standing doggy. Bu Leha tampak menyukai gaya ini. Aku juga sangat suka karena Rudalku bisa semakin dijepit dengan gaya ini. Aku menggenjot Apemnya super cepat hingga Rudalku terasa panas sambil menjambak rambutnya yang panjang itu. Aku juga sudah kerasukan kenikmatan hingga aku bisa berbuat seperti itu.
“Aduuhhh keluarrr…Cabut Rudalnya…Apemku mau muncraaattt…aduuhhhh”
Aku cabut Rudalku dan ia kembali orgasme dengan cara squirt. Kali ini air kencingnya sangat banyak keluar menyiram Rudalku. Kakinya sampai lemas hingga ia sudah tidak bisa berdiri lagi. Lantaiku pun basah oleh kencingnya itu. Aku yang masih bergairah kembali menidurkannya di atas meja makan. Aku masukkan kembali Rudalku meski ia berusaha menahannya.
“Jangan dulu Mas. Apemku masih geli nih…ahhhh…aaahhhhh…aahhhh”
Aku tidak peduli dengan kata – katanya itu. Aku terus menggenjot Apemnya dan kurasakan ada cairan yang mendesak ingin keluar dari dalam Apemnya.
“Ahhhh Apemkuuuuu muncraaattt lagiiiiiiii…aaaahhhhhh !!!!” jerit Bu Leha.
Aku cabut lagi dan air kencingnya kembali keluar. Tubuhnya bergetar begitu hebat dan ia menjepit Apemnya dengan kedua pahanya. Kali ini aku beranikan diri untuk menjilati Apemnya yang basah oleh kencingnya. Rasanya sedikit pahit namun cukup nikmat. Aku jilat seluruh permukaan Apemnya dan kemudian kembali menggenjotnya. Kali ini aku yang mulai merasakan orgasmeku akan keluar. Aku genjot dengan sangat cepat hingga seluruh tenagaku habis.
“Aku keluaaarrrr !!!!” erangku dengan sedikit kuat.
“Aduuuuhhh !!!!” jerit Bu Leha semakin vulgar.
Aku cabut Rudalku lagi dan air kencingnya kembali muncrat. Aku kocok Rudalku dan aku orgasme tepat di atas bibir Apemnya. Aku orgasme banyak sekali sampai spermaku meleleh ke sela Apemnya. Aku lemas dan terduduk di atas lantai yang basah. Nafasku naik dan turun dengan cepat seperti orang yang baru habis lari beratus kilometer. Dari bawah aku melihat lubang Apem Bu Leha yang sedikit terbuka dan sangat menggairahkan. Aku kembali menjilati Apemnya yang rasanya aku sendiri tidak bisa mendeskripsikannya. Bu Leha tampak lemas sekali. Ia hanya memejamkan matanya sambil menggigit bagian bawah bibirnya. Lalu aku mencium bibirnya yang seksi itu dan ia juga membalas ciumanku.
“Aku senang bisa ngerasain ngentot lagi” kata Bu Leha sambil mengelap wajahku dengan tisu.
“Aku juga senang bisa ngentot sama Ibu” jawabku.
Kami pun saling berpelukan sejenak. Kemudian kami mandi bersama dan sempat melakukan seks sekali lagi. Bu Leha memang tidak tahan bila Apemnya dijilat atau digenjot. Ia pasti akan terkencing – kencing dan itu membuatnya lemas. Tapi aku bilang padanya kalau aku suka sekali dengan wanita yang seperti Bu Leha. Rasanya aku benar – benar tidak akan mengizinkan Bu Leha untuk kembali ke penjara.
Kemudian siang pun tiba. Aku menepati janjiku untuk mengantar Bu Leha untuk bertemu dengan anaknya. Aku datang ke kantor untuk meminjam mobil dan kembali lagi ke rumah. Sebelum pergi aku mendandani Bu Leha terlebih dahulu agar tidak ada yang mengetahui identitasnya. Bisa bahaya bila ada yang mengetahui siapa Bu Leha sebenarnya. Apalagi kalau ketemu polisi. Bisa – bisa aku juga ikut ditangkap nantinya. Aku berencana untuk mendandani Bu Leha seperti pria. Aku menyuruhnya untuk menggunakan pakaianku dan menyuruhnya menggunakan topi. Tak lupa pula aku menyuruhnya mengenakan kacamata hitam agar. Meski tidak terlalu sempurna tapi setidaknya ini bisa menutupi identitasnya. Kami pun segera menuju alamat rumah Bu Leha yang ada di pinggiran kota M. Daerah itu terkenal dengan daerah kumuh dan banyak sekali pendatang. Karena Bu Leha sudah lama tidak pulang ke rumahnya, ia sampai kesulitan menemui rumahnya karena daerah itu sudah banyak berubah semenjak ia dipenjara. Setelah setengah jam berkeliling akhirnya rumah Bu Leha ketemu. Rumahnya berada di dalam sebuah gang yang padat penduduk. Kami pun masuk ke dalam gang itu dengan berjalan kaki. Untunglah orang – orang yang ada di dalam gang itu tidak menyadari keberadaan Bu Leha. Lalu kami tiba di sebuah rumah semi permanen yang tertutup rapat. Rumah itu tampak tidak layak lagi untuk ditinggali karena apabila diterpa angin pasti akan rubuh. Bu Leha mengetuk pintu rumah itu dan tak lama muncul seorang gadis remaja yang menurutku cukup cantik. Wajahnya hampir mirip dengan Bu Leha. Kami berdua langsung nyelonong masuk dan membuat gadis itu terheran – heran.
“Hei, kalian ini siapa. Seenaknya saja masuk ke rumah orang tanpa izin” ketus gadis itu dan sempat akan mengusir kami.
Bu Leha dengan cepat membuka topi dan kacamata hitam itu. Gadis itu langsung melotot dan memeluk Bu Leha. Ia menangis terharu karena Ibunya datang mengunjunginya. Aku sampai meneteskan air mata melihat pertemuan Ibu dan anak itu.
“Ibu kok bisa keluar dari penjara ??? Ibu udah bebas ya ???” tanya gadis itu.
“Belum sayang. Ibu kabur dari penjara karena ingin melihat adikmu. Tapi nanti Ibu bakalan kembali lagi ke penjara” jawab Bu Leha.
Tiba – tiba gadis itu marah dan mengamuk. Ia sangat menyesali perbuatan Ibunya yang keluar dari penjara. Ia takut hukuman Ibunya akan diperberat karena sudah kabur dari penjara. Bu Leha pun langsung berlutut dan memeluk kaki anaknya itu. Ia memohon ampun karena ia hanya ingin melihat keadaan anak bungsunya yang sedang sakit keras itu. Aku mulai menangis terharu. Betapa beratnya perjuangan Bu Leha sebagai seorang Ibu. Ia rela kabur dari penjara hanya untuk melihat keadaan anak bungsunya. Lalu gadis itu pun luluh. Ia mengajak Bu Leha untuk masuk ke dalam kamar di mana adiknya berada. Aku yang ikut masuk menjadi kaget bukan kepalang melihat kondisi anak bungsu Bu Leha. Seorang perempuan yang kutaksir usianya mungkin sekitar 6 – 7 tahun sedang terbaring lemah di tempat tidur. Di lehernya ada sebuah bejolan kecil yang ku duga itu adalah tumor ganas. Bisa kubilang kondisi anak Bu Leha sangat memperihatinkan. Bu Leha langsung menangis dan memeluk anaknya itu. Anaknya mencoba untuk berbicara tapi tidak bisa.
“Maafkan Ibu, Nak. Gara – gara Ibu kamu jadi seperti ini” kata Bu Leha sambil memeluk anaknya itu.
Aku pun langsung mengambil inisiatif untuk membawanya ke rumah
sakit. Tapi Bu Leha menolaknya karena ia tidak memiliki uang untuk biaya
berobat. Aku mengajukan diri sebagai pembiayanya. Aku tidak ingin tumor itu
semakin merambah ke seluruh tubuh anak Bu Leha. Lalu kami berempat menuju rumah
sakit yang bekerja sama dengan perusahaan tempatku bekerja. Setelah diperiksa
oleh dokter ternyata benar kalau anak Bu Leha menderita tumor dan harus segera
diangkat karena tumor itu masih berukuran kecil. Kalau tidak diangkat tumor itu
akan semakin membesar dan bisa membahayakan nyawa anak Bu Leha. Tanpa
persetujuan Bu Leha aku pun langsung mengiyakan operasi pengangkatan itu. Bu
Leha langsung menatapku tajam namun ia tidak berani untuk menolaknya. Hari itu
juga operasi dilakukan. Aku, Bu Leha, dan anak sulungnya menunggu di depan
ruang operasi.
“Ehhh kenalin dulu. Ini namanya Mas Devan. Dia itu malaikat kita” kata Bu Leha yang membuat aku tersipu malu.
“Nama aku Ayu Mas. Makasih ya udah membiayai operasi adikku” kata gadis itu yang ternyata bernama Ayu.
“Iya sama – sama. Aku hanya merasa kasihan melihat adik kamu. Lagi pula kita kan harus saling membantu” jawabku.
BERSAMBUNG.