Kamis, 11 Juli 2024

Balasan selingkuh 3


 


Bag 3

 

Apa sih yang dapat aku harapkan dari dia? Pertanyaan-pertanyaan itu muncul di benakku. Namun kemudian hilang begitu saja, seolah aku amat membutuhkannya, tidak saja aku butuh teman curhat juga butuh hal lain yang tidak aku dapatkan dari suamiku. Namun sebagai wanita, aku masih dibatasi oleh rasa angkuh yang tidak akan meminta sesuatu itu padanya.

Sebagai laki-laki dewasa dan berpengalaman ia seolah tahu apa yang aku butuhkan. Tanpa bicara ia mulai membelai belai pipiku yang halus dan memberikan hawa nafasnya ke tengkukku. Rasa geli dan hangat mulai menjalariku. Aku semakin membiarkannya melakukan itu dan suatu kesempatan dengan keberaniannya ia pun mencium bibirku.

Aku terkejut dan melepaskan kulumannya pada bibirku. Kulumannya terlepas, namun anehnya aku tidak berusaha menjauh dari pelukannya. Aku kemudian melengoskan wajahku ke arah lain padahal aku melakukan itu semua adalah untuk menghindarkan kesan aku amat butuh saat itu. Tampak Bang Roji bukanlah laki laki kemaren sore yang bisa aku bikin semaunya. Tanpa disuruh dia lalu meraih wajahku dan kembali mengulum bibirku beberapa saat.

“Sudah ahhh Bang, aku gak bisa bernafas nih.” kataku berusaha melepaskan kulumannya.

Namun apalah dayaku untuk menahan setiap tindakannya. Dia lalu melepaskan kulumannya dari bibirku, namun sebelah tangannya sudah memasuki blus piyamaku. photomemek.com Dengan perlahan dan pasti, jari-jarinya memasuki belahan dadaku dan berhenti di putting susuku. Rasa geli juga nafsu mulai melandaku.

Aku tak kuat diperlakukan begitu olehnya. Tanganku berusaha menahan gerakan jari-jarinya yang sudah berada di dalam bhku saat itu, bagaimanapun aku merasa malu. Dengan sebisaku aku berusaha menahan setiap gerakan jari-jarinya di permukaan putting susuku. Sekuat aku menahannya sekuat itu pula ia berusaha memilinnya hingga usahaku menahannya semakin melemah karena deraan nafsu yang sudah mulai mempengaruhi setiap sendi tubuhku.

Diperlakukan seperti itu, aku semakin terjerat oleh percikan birahi yang di kobarkan Bang Roji. Perlahan dan pasti ia berhasil melepas atasan piyama tidurku. Dan kini hanya tinggal bh yang menutupi sebagian kecil dadaku. Aku semakin terjebak ke jurang gairah yang mulai menampakkan wujudnya.

Aku pun kini seolah ikut menerima perlakuannya saat itu. Rasa hangat yang dipancarkan jari jari Bang Roji di permukaan kulitku sanggup membuatku merelakan dia melepas pengait bh yang aku kenakan saat itu. Lalu bibir Bang Roji mulai merayap dan menggigit kecil putting susuku secara perlahan dan mampu membuatku seolah kembali menjadi seorang wanita dewasa yang sempurna.

Kulit dadaku seakan rela menerima semua perlakuannya saat itu. Berulang ulang ia ekspos kedua bukit dadaku dengan intensitas yang meninggi. Aku serasa diperlakukan utuh sebagai wanita. Dengan kedua tanganku aku raih kepala Bang Roji, seakan tak rela ia menyudahi tindakannya itu. Saat ini aku tak peduli lagi siapa Bang Roji dan apa statusnya, yang penting saat ini bagiku, bagaimana dahagaku terpuaskan. Merasa aku sudah menerima semua perlakuannya, Bang Roji membisikkan sesuatu padaku.

“Dik…Rissa, di kamar dik Rissa aja kita lanjutkan…gimana? Kasian nanti Suci bisa bangun.” terangnya dengan suara yang menahan sesuatu.

Ia seakan yakin aku akan mau melakukan hubungan yang lebih lagi denganku malam itu. Aku juga sadar Bang Roji, ingin melakukannya di kamarku agar anakku tidak terbagun dan tak ingin nantinya anakku mengerti tentang hubungan yang kami lakukan. Saat ia meminta pindah ke kamarku, aku terbayang sedikit tentang kejadian yang akan terjadi.

Apalagi status kami yang cukup berbeda itu. Masih ada harapan bagiku untuk membatalkan keinginan Bang Roji saat itu. Sebelum aku bangun dari rebahan di lantai bersama Bang Roji, aku kembali memunguti bh dan atasan piyamaku. Aku langsung saja mengenakan atasan piyamaku tanpa mengenakan kembali bh yang telah terlepas dari tubuhku oleh Bang Roji tadi. Bra itu tetap aku pegang dan aku pun berdiri, lalu membuka daun pintu yang masih tertutup.

Akupun keluar dari kamar anakku dan berjalan ke arah kamarku. Bang Roji saat itu mengikutiku ke kamar. Kudorong pintu kamar dan masuk ke dalamnya. Sesampai dalam kamar aku duduk di atas ranjangku. Bang Roji lalu menutup pintu kamar dan menguncinya. Ia lalu duduk di sampingku, diraihnya tanganku dan dibawanya ke bibirnya dan diciuminya.

Melihat tingkahnya itu, aku seakan terenyuh akan sikapnya yang terlihat sabar. Aku yakin tanpa aku mintapun malam ini ia akan melakukan hal yang belum pernah aku lakukan selain dengan suamiku. Aku tahu ini amat bertentangan dengan norma agama dan adat ketimuran yang kuanut, apalagi aku termasuk wanita Jawa yang amat menjunjung tinggi tata krama, namun saat ini seakan hilang semua.

Perbuatan dan penyelewengan suamiku seakan mencambuk diriku untuk melakukan pembalasan, meski saat itu aku menyadari tidaklah benar tindakanku saat ini. Bang Roji menyadari juga perbuatannya saat itu menyalahi hukum dan amat tercela, dengan suara berat seolah menahan sesuatu dia masih sempat bertanya padaku.

“Dik Rissa rela, akan perbuatan abang ini?” sambil menatap bola mataku dalam dalam.

Aku pun memandangnya dengan tatapan yang tajam seolah menantang dia, namun hanya beberapa saat. Aku kembali menundukkan mukaku ada rasa malu jika aku memintanya melakukan itu. Bang Roji adalah laki laki dewasa yang sudah amat banyak pengalaman seolah tahu apa yang harus ia perbuat.

Sikap diamku saat itu seakan persetujuan untuk perbuatannya selanjutnya. Sambil meraih kedua tanganku lalu tubuhku dibawanya ke pelukannya. Kini tubuh kami amat dekat, meski saat itu kami masih mengenakan pakaian. Namun karena aku tak memakai bra saat itu, seolah mampu membuatnya semakin bernafsu padaku.

Ketika aku dalam pelukannya, aku merasakan ada rasa damai dan hangat yang sudah lama tidak aku rasakan lagi. Ada rasa nyaman dalam pelukan Bang Roji yang bidang dan berotot itu, meski aku akui ada juga bau yang kurang sedap aku rasakan saat itu. Namun semua rasa yang ada dalam diriku seolah mampu mengalahkan bau-bauan yang kurang sedap itu.

Aku semakin tenggelam dalam sosok tubuh Bang Roji, iapun lalu mengulum bibirku. Aku berusaha semampuku untuk menerima kulumannya, namun kembali bau kurang sedap dari mulutnya karena rokok dan juga makanannya membuatku seakan hilang gairah.

Masih dalam pelukan ketat Bang Roji, akupun kembali terpaksa menerima kuluman panasnya di bibirku. Rasa geli karena kumisnya yang bergesekan dengan bibirku mampu membuatku terlena. Apalagi jelajahan lidahnya di dalam rongga mulutku mampu membuatku susah untuk bernafas.

Dipancing seperti itu, aku mau tidak mau membalas kuluman Bang Roji, hingga membuat lidah kami seakan saling berkait dan ludah kami bercampur satu sama lainnya. Dengan lincah tangan Bang Rojipun melepas kancing atasan piyamaku hingga terlepas ke lantai.

Jari-jarinya itu pun memilin dan memutar putting dadaku hingga aku semakin terlonjak nafsuku. Puas memainkan lidahnya di bibirku mulutnya turun melata di kulit dadaku. Kembali aku merasakan geli yang amat sangat diperlakukan begitu. Aku hanya bisa meraih kepalanya yang saat itu berada di belahan dadaku. Kalung yang aku gunakan seolah mengganggu aktifitas mulutnya di dadaku.

Dengan tangan kirinya ia singkirkan kalungku ke arah tengkukku lalu kembali ia menyedot bukit dadaku bergantian kiri kanan. Berbagai rasa kembali menderaku. Aku masih meraih kepalanya seakan tak ingin cepat berlalu. Aku merasakan rasa basah di organ vitalku saat itu. Beberapa lama bang Roji menggigit-gigit dadaku dengan lembut dan meninggalkan tanda di dadaku yang putih.

Aku hanya mampu memicingkan mataku dan menuruti perbuatan Bang Roji. Tiba tiba ia menghentikan aktifitasnya pada dadaku. Aku pun membuka mataku, ingin tahu apa yang menyebabkan ia menghentikan perbuatannya itu.

Jujur saja aku merasa kecewa karena ia menghentikannya, namun aku diamkan saja. Rupanya Bang Roji sedang melepaskan kaos yang ia kenakan dan tampak dadanya yang bidang, juga berbulu lebat. Di bahunya terlihat sebuah tatto yang aku kurang mengerti gambarnya. Setelah kaos yang ia kenakan lepas dari tubuhnya ia pun langsung melepas celana panjangnya.

Kini ia hanya mengenakan celana dalam yang sudah terlihat menguning dan ada lubang disana sini. Namun aku juga sempat melihat tonjolan besar di balik celana dalamnya itu. Dengan masih memakai celana dalam, bang Roji berjalan menuju aku. Dia meraih daguku dan kembali mengulum bibirku beberapa saat.

Kemudian aku pun dibaringkannya di atas ranjangku. Saat aku terbaring menanti Bang Roji, dia terlebih dahulu mematikan lampu kamar dan menghidupkan lampu meja di samping ranjangku. Dengan hanya diterangngi lampu tidur, ia menaiki ranjang tempat aku tergolek pasrah. Aku tergolek lemah di ranjang dengan bertelanjang dada dan masih mengenakan celana pendek piyamaku.

Bang Roji menuju ke arah kakiku, ia berusaha melepaskan celana piyamaku. Tidaklah susah melakukan hal itu sebab aku sudah amat pasrah padanya. Celana yang aku kenakan dilepas dan diletakkan di lantai samping ranjangku. Kini organ vitalku hanya tertutup cd putih berbahan katun. Aku berusaha menyilangkan kakiku agar basah di belahan kemaluanku tak terlihat Bang Roji.

Bang Roji tidak melepaskan cd yang aku kenakan itu. Ia membuka kedua kakiku. Lalu salah satu tangannya masuk ke dalam kain tipis penutup organ vitalku ini. Aku terkaget tak menduga ia akan memegang kemaluanku. Tanganku langsung menahan tangannya. Namun ia amat kuat dan tak berhasil kucegah jari-jarinya mulai masuk ke dalam jepitan kemaluanku. Aku merasakan seperti disengat aliran listrik yang sanggup membuatku kegelian dan seakan meledak.

Bang Roji terus mengekspos daging kecil di belahan kemaluanku membuatku semakin tak mampu menguasai diri. Hingga akhirnya aku orgasme dan menjerit histeris oleh perbuatan tangan Bang Roji. Lelehan air cintaku seakan membasahi jari bang Roji. Bang Roji lalu menarik dua jarinya yang basah oleh air cintaku. Ia membawa kedua jarinya yang basah itu ke bibirnya dan menjilatnya.

Tanpa ragu ia mencicipi air cintaku. Aku tak sanggup melihat perbuatannya saat itu. Tubuhku semakin lemah karena orgasme yang kualami setelah beberapa lama tidak lagi aku dapatkan. Aku tergolek pasrah dengan kedua kaki terbuka. Kini Bang Roji berusaha melepas cdku yang basah oleh cairan orgasme. Tak sulit ia melepas cdku saat itu karena aku sudah amat lemah dan aku pun sudah tak merasa malu karena kini aku sudah telanjang bulat di depan orang lain selain suamiku.

Kepasrahan aku membuatku tak merasakan rasa malu ditelanjangi saat itu. Aku tak merasakan lagi dinginnya malam yang diguyur hujan deras saat itu, yang aku rasakan hanya rasa puas dan terbang ke awang-awang. Tubuhku yang basah oleh keringatku pun tak lagi aku hiraukan juga jejak cupangan di sekujur dadaku.

Melihat aku yang masih telentang menikmati orgasme yang aku dapatkan Bang Roji pun seolah mengerti aku butuh waktu beberapa saat untuk melepaskan rasa yang kini menderaku. Tak membutuhkan waktu lama untuk kembali ke keadaan semula. Aku sadar bahwa Bang Roji juga ingin kupuaskan namun yang pasti dia ingin menggauli aku seperti hubungan suami istri. Aku merasa bimbang saat itu.

Apakah aku akan membiarkannya memasukiku atau menghentikannya. Aku tak punya keberanian saat itu. Aku tahu yang ia ingini seperti umumnya laki-laki ingin hubungan itu bukan hanya kepuasan sepihak seperti yang aku dapatkan barusan. Bang Roji memandang aku dan dengan tatapan matanya, ia seakan minta aku rela untuk disetubuhinya. Aku pura-pura tak mengerti apa yang dia ingini itu.

Melihat kondisi aku yang sudah seperti sedia kala, Bang Roji melangkah ke arahku. Ia berusaha kembali memancing nafsuku dengan menciumi balik telingaku hingga tengkuk aku yang masih tersisa butir-butir keringat. Aku kembali merasakan geli dan gairah yang kembali muncul.

Dengan penuh kesabaran Bang Roji tanpa merasa jijik sekalipun, menjilati kulitku, mulai dari leher, dada, perut hingga belahan kemaluanku. Dia juga menjilati kedua kakiku. Aku merasa seorang ratu yang diperlakukan seperti itu. Tanpa merasa jijik sedikitpun ia jilati semua permukaan kulitku yang masih basah oleh keringatku.

Punggungku dan belahan pinggulku tak luput dari jelajahan lidahnya. Aku semakin merasa salut dan kasihan atas perlakuannya itu padaku. Aku tak akan mungkin menolak kehendak bang Roji saat itu. Ia memperlakukan aku lebih dari apa yang selama ini aku bayangkan. Ini juga mungkin rupanya yang membuat Mpok Esih dan istri mudanya tak mau dipisah oleh bang Roji.

Dengan telaten Bang Roji seperti memandikan aku dengan lidahnya. Tak terlihat sedikitpun rasa lelah dan bosannya saat itu. Diperlakuakn seperti itu seakan mampu memacu gairahku saat itu. Dan Bang Roji, lalu meraih kedua belah buah dadaku dan membelainya dengan lembut. Padahal saat itu,aku sudah basah sekali di liang kemaluanku. Perlahan dan pasti pilinan dan rabaan di dadaku mampu membuatku kembali bergairah. Aku hanya mampu menghentakan kakiku di ranjang sehingga spreynya semakin kusut.

Sedang kedua tanganku hanya memegang rambut Bang Roji yang masih asik di atas perutku. Ia pun terus turun menuju ke kemaluanku. Kedua kakiku ia sibakkan dan membuka. Kini tubuh kekar hitam Bang Roji sudah berada di antara kedua kakiku. Kepalanya singgah di lepitan kemaluanku, sementara lidahnya terus masuk ke liangku.

Seolah memancing lidah Bang Roji terus merangsek masuk dan memasuki celah organ intimku. Aku hanya bisa memejamkan mata dan tak mampu membukanya. Aku semakin berada di titik paling labil saat itu. Aku berusaha menahan rasa geli yang kini semakin membuatku kepayahan. Bang Roji lalu melepaskan lidahnya dari liangku.

Aku merasa letupan birahi yang akan segera meledak padam kembali. Bang Roji seakan tahu kelemahan aku. Aku tak tahu harus berbuat apa, apalagi rasa letupan itu tadinya hampir meledak. Namun Bang Roji pun bergerak bangun dan mengangkat kedua kaki dan menekuk lututku. Tampak saat itu Bang roji akan melakukan penetrasi ke dalam kemaluanku.

Bang Roji berdiri dan melepaskan penutup kemaluannya yang tadi belum dibukanya. Setelah dibukanya penutup kemaluannya itu aku terkaget. Kemaluan bang Roji membuatku kaget dan takut sekali. Ukurannya cukup panjang dan besar. Aku serasa tak percaya dengan apa yang aku lihat saat ini. Aku bergidik karena membayangkan apakah au akan sanggup menerima benda besar dan panjang itu.

Padahal saat itu, kemaluan Bang Roji belumlah terlalu ereksi. Apalagi jika sudah dalam ukuran maksimal. Berbagai bayangan ketakutan berkecamuk di dalam pikiranku. Aku berusaha menolakkan tubuhnya agar menjauh dari tubuhku padahal saat itu ia sudah siap siap untuk melakukan perangsangan kembali kepadaku.

Ia terlihat heran, merasa ada penolakan dari aku saat itu, bang Rojipun menghentikan aktifitasnya, namun belum bergerak dari kedua kakiku. Ia bertanya padaku dengan suara yang agak gugup.

“Adddaa…apa dik Rissa menolak Abangg?”
“Bang…apa gak bisa kita undur saja? Sebab…aku takut? Punya abang…cukup.. panjang dan besar.” kataku gugup tanpa melihat ke arahnya karena baru saja didera rasa kaget dan takut saat itu. .

Bang Roji mengangguk-angguk saja perkataanku itu. Ia sadar miliknya cukup besar dan ia pun tahu aku akan cukup kaget menerima benda miliknya itu.

Bang Roji tampaknya tidak mau memaksaku untuk menerimanya saat itu. Ia cukup mengerti dengan alasan penolakan aku. Ia amat bisa menjaga perasaanku saat itu. Memang saat itu aku cukup egois dan tak berperasaan padanya. Namun rasa takut dan ngeri membuatku menolaknya.

Bang Roji pun tak lagi memaksakan kemauannya. Masih dalam posisi di antara kedua kakiku, ia lalu kembali merebahkan tubuhnya di atas tubuhku. Ia kembali mengulum bibirku berulang ulang. Sementara keringatku kembali bercucuran di dahi dan dadaku. Sebagai perwujudan terima kasih aku kepadanya yang tidak memaksaku melakukan penetrasi aku pun menyambut kulumannya di bibirku.

Lalu ia pun terus turun ke arah buah dadaku dan menjilat putting susuku beberapa kali sambil mengigitnya. Gerakan mulutnya terus turun kearah perut dan singgah di organ vitalku yang kembali mulai basah. Aku semakin tak berani memandangnya saat itu. Hanya kedua tanganku yang terus memegang kepala dan bahunya yang sudah licin karena keringat apalagi dia sudah menahan birahinya untuk memasuki tubuhku.

Ketika ia terus menjelajahi liang kelaminku, aku makin merasa terbang dan merasa siap untuk menerimanya. Pikiranku terus bekerja tentang keinginan Bang Roji itu. Liangku aku rasakan sudah amat basah dan beberapa saat lagi akan meledak.

Bang Roji tampaknya tahu aku akan mendapatkan orgasme, namun aku dipermainkannya. Ia tiba tiba saja menghentikan jilatannya di belahanku yang telah basah itu. Cairan di liangku ia telan dan aku kecewa dengan sikapnya tadi. Aku gagal mendapatkan orgasme untuk yang kedua kalinya. Kedua kakiku masih terbuka seolah siap dimasuki kelamin Bang Roji. Bang Roji memandangku diam.

“Bang Oji jahat…aku abang siksa seperti ini. Bang tolong lah bang…jangan siksa aku seperti ini!” permintaanku saat itu.

Dengan pandangan yang masih menahan birahi Bang Roji membuka kedua kakiku terbentang. Aku tak lagi menahannya untuk membuka kedua pahaku agar ia bisa mengekspos organ kelaminku ini.
“Dik Rissa? Abang ingin masuk…apa dibolehkan?” bisiknya.

Ia terlihat amat menjaga perasaanku meski ia juga terlihat amat tersiksa saat itu. Bang Roji berusaha mempengaruhi mentalku dengan menarik tanganku untuk memegang kemaluannya yang cukup panjang dan telah siap dipakai itu. Aku yang menduga ia akan menarik tanganku ke arah pinggulnya tak tahu bahwa tanganku dibawanya ke arah kemaluannya.

Aku terkejut dan melepaskan peganganku yang hanya beberapa saat itu. Namun aku sudah cukup kepayahan saat itu. Rasa gatal di organ vitalku menuntunku mengizinkannya memasukiku walaupun konsekwensinya aku akan merasa sakit nantinya. Namun apalah yang terjadi nanti biarlah terjadi, demikian perkataan bawah sadarku. Dengan sikap diam dan posisi kedua kaki yang sudah terbuka, Bang Roji lalu mengangkat kakiku. Ia menggeser pinggulnya ke arah lipatan kelaminku.

“Bangggg…sshhh!!!” dengusku “Jaangann kaaasarr ya bangg.” pintaku.

Bang Roji diam saja sambil fokus untuk memasukiku. Bertahap dan sangat lambat ia mulai meretas jalan bagi kemaluannya memasuki aku. Kini dengan sangat hati-hati dan tak ingin menyakiti aku, bang Roji sudah menempatkan kepala kemaluannya di permukaan liangku. Perasaan berdebar dan takut silih berganti menderaku.

Aku pun memicingkan mataku dan hanya berusaha untuk menahan tubuhnya jika nanti merasa sakit. Perlahan namun pasti benda panjang dan besar itu, mulai masuk bertahap, aku mulai merasa sesak di liangku, detik detik pertemuan kelamin kami membuat debar debar aneh didadaku semakin keras. Dan rasa nyilu namun geli mulai aku rasakan.

Mister Sange – Cerita Sex Dewasa Beda Status
Karena licinnya liangku saat itu, juga kondisi aku yang memang tidak perawan. Tanpa kesulitan berarti kemaluan bang Roji pun masuk ke dalam kemaluanku meski saat itu aku sempat menahan tubuhnya karena rasa ngilu di liangku. Aku merasakan liangku seakan penuh oleh benda milik Bang Roji.

Bang Roji terus maju ke dalam liangku dan iapun menghentikan gerakannya. Ia mendiamkan kemalauannya di dalam liangku yang sudah serasa penuh. Aku sungguh merasakan rasa nyilu yang amat sangat juga penuh di organ intimku ini. Beberapa saat kami sudah menyatu seperti pasangan suami istri yang sedang memadu kasih.

Setelah kami sudah menyatu, Bang Roji mengulum bibirku. Aku menerimanya dengan mengulum juga lidahnya yang bermain-main membelit lidahku. Kini kami sudah menyatu satu sama lainnya. Ada rasa penyesalan dalam sanubariku saat itu. Kini aku tidak beda dengan suamiku yang juga telah berselingkuh dengan orang lain yang tidak aku kenal. Kini aku seakan dibutakan oleh rasa dendam kepada suamiku.

Aku sudah tak lagi berusaha menyelamatkan rumah tanggaku yang sudah di ambang kehancuran saat ini. Perbuatanku bersama Bang Roji saat ini merupakan perbuatan yang tidak terampuni di dalam suatu rumah tangga. Namun gejolak dalam tubuhku saat ini mampu mengenyampingkan pikiran pikiran sehatku selama ini. Dalam sikap diam beberapa saat itu Bang Roji lalu menghentikan kulumannya di bibirku. Ia lalu menarik kemaluannya keluar dan masuk lagi.

Beberapa kali ia maju mundur masuk ke dalam kelaminku. Tampaknya kelaminku sudah dapat menerima kelamin Bang Roji, juga rasa nyeri dan ngilu sudah berangsur hilang diganti rasa nikmat dan birahi yang meninggi. Aku merasa sudah siap untuk mendapatkan orgasme yang tertunda tadinya. Gerakan Bang Roji semakin kuat dan cepat. Tubuhku seakan boneka yang gampang ia gerakan maju mundur.

Aku pun mulai didera rasa yang mungkin tak didapat saat bersama suamiku. Tubuhku bergerak kuat menerima sodokan kemaluan Bang Roji yang semakin cepat. Kedua payudaraku juga bergoyang kuat dan keringatku seolah membanjir di atas kulitku. Aku hanya merem menikmati gerakan maju mundur bang Roji yang saat itu memegang pinggulku. Sesekali ia meremas payudaraku yang juga telah mengeras.

Dan muara dari hubungan kelamin kami berdua itu, aku pun semakin merapatkan kedua kakiku menjepit pinggul bang Roji, dengan dengusan yang aku tahan, aku pun semakin meraih bahu Bang Roji hingga tergores dan sedikit berdarah. Aku mendapatkan orgasme dari persebadanan ini. Aku pun terkulai lepas dan melepaskan cengkraman di bahunya dan kedua kakiku lantas terlepas dari panggul Bang Roji.

Namun Bang Roji seakan masih ingin terus memberiku kepuasan sejati. Aku sudah tak berdaya mengikuti gerakan Bang Roji. Ia masih saja masuk dan keluar berulang ulang hingga aku merasa nyilu di dalam kemaluanku.

Tak lama setelah aku mendapatkan Orgasme, Bang Roji pun lalu memajukan kemaluannya hingga mentok dan melepaskan spermanya di dalam rahimku. Aku tak berusaha melarangnya untuk klimaks did alam rahimku. Aku juga tak perlu kuatir sebab saat ini aku masih melakukan kb jadi masih aman.

Setelah bang Roji klimaks, aku merasakan lelehan spermanya yang keluar dari liangku. Ia tak langsung melepaskan kemaluannya dari liangku. Ia masih menindihku dan berada di atas tubuhku. tampak ia cukup kelelahan saat itu. Tak lama memang, kemaluan Bang Roji mulai ke wujud sebelumnya dan terlepas dari liang kemaluanku. Ia pun terkulai di sampingku.

Aku pun berusaha menutupi tubuh kami berdua dengan selimut. Padahal saat itu hujan masih mengguyur dengan cukup deras. seperti kebiasaan suamiku, setelah klimaks langsung tertidur. Bang Roji juga demikian, ia langsung rebah dan ngorok disamping aku. Aku pun membelakangnginya dan meresapi kejadian yang baru aku alami itu. Aku berpikir keras tentang hubunganku yang sudah semakin jauh dengan Bang Roji.

Aku pun sempat terbayang, mungkin begitu juga cara Bang Roji berhubungan dengan kedua istrinya. Pantas saja kedua istrinya tak mau minta cerai darinya. Sebab dalam berhubungan Bang Roji amat pengertian dan mampu memuaskan hasrat kedua istrinya, yang kini aku rasakan juga. Letih dengan hubungan badan yang baru aku alami dan pikiran pikiran tentang rumah tanggaku, akupun tertidur membelakangi Bang Roji yang tidur di sampingku saat itu.

Tak lama memang, saat itu telah menunjukan pukul 02.30, hujan telah reda dan hawa dingin malam menusuk kulitku. Aku terbangun oleh gerakan-gerakan yang aneh di sekujur tubuhku. Aku berusaha membuka mataku dan terliat Bang Roji sudah berada di antara kedua kakiku. Ia ingin melakukan persebadanan lagi saat itu.

Aku yang juga sudah pulih dari rasa letih karena sempat tertidur beberapa saat lalu menerima saja keinginan Bang Roji itu. Tak lama kemudian kami sudah saling mencumbu satu sama lainnya. Dalam keasikkan kami itu, bang Roji lantas menbisiki aku untuk melakukan oral padanya. Aku terkaget sebab aku tak sanggup melakukannya pada benda yang cukup besar itu. Apalagi selama aku berhubungan dengan suamiku aku tak pernah melakukannya.

Namun Bang Roji memberiku pengertian agar aku mau melakukan sebab nantinya aku pasti suka. Dengan masih gugup dan takut aku mencoba memasukkan kemaluannya kemulutku. Mulanya bau khas kelamin pria membuatku sedikit jijik, namun karena Bang Roji yang menuntun aku, makanya aku hanya mampu mengulum batangnya yang mulai keras itu. Memang batang kemaluan Bang Roji amat panjang dan tak muat oleh mulutku. Untunglah Bang Roji mau mengerti aku yang tak siap melakukan itu.

Kemudian kami pun saling membelai agar birahi kami kembali terbakar. Tak memerlukan waktu lama memang, aku pun diminta Bang Roji untuk naik ke tubuhnya. Ia hanya telentang dengan kemaluan yang tegak keras. Aku kemudian berusaha memasukkan tiang tegak milik Bang Roji ke lipatan kemaluanku. Dan beberapa saat kemudian aku pun bergerak naik turun. Sungguh hebat sekali sensasi yang aku dapatkan saat itu. Kuakui bahwa sensasinya amat dapat membuatku cepat orgasme.

Sedang bang Roji masih belum apa apa. Aku terlanjur terkulai di sampingnya. Dan Bang Roji lantas membelai belai payudaraku hingga aku merasa nikmat. Aku lalu ditelentangkannya dan kedua kakiku dibukanya. Ia masih memilin payudaraku dan lalu menjilatinya. Mulutnya lalu turun ke arah perut dan liang kelaminku. Di saat aku sudah mulai kembali naik birahi, Bang Roji lalu memasukkan kemaluannya yang telah keras itu, hingga mentok. Aku mendengus tertahan, merasa kelaminku penuh.

Dan seterusnya ia memaju mundurkan kemaluannya di liangku. Aku seakan tak diberi waktu bernafas malam itu. Keringatku kembali membasahi tubuhku. Dan di saat aku akan mendapatkan kembali orgasme, dengan mencengkram bahunya, Bang Roji pun semakin kuat dan cepat maju mundur dalam kelaminku. Bunyi bunyi pertemuan paha dan kelamin kami membuat nafsu kami berdua semakin memuncak. Tiba tiba aku merasa diserang ribuan rasa nikmat dan terbang.

Aku orgasme dan Bang Roji pun memuncratkan air cintanya dalam tubuhku. Beberapa saat yang terdengar hanya deru nafas puas kami yang terdengar. Bang Roji masih berdiam di atas tubuhku. Dia lalu melongsor di sampingku karena kemaluannya sudah kembali ke ukuran semula dan terlepas dari kelaminku. Aku sangat puas atas kenikmatan ragawi yang diberikan Bang Roji.

Tidak sama dengan yang diberikan suamiku yang setelah puas lalu menarik kemaluannya dari liangku. Kemudian dengan rasa capai yang terasa di tulangku aku tertidur berpelukan dengan Bang Roji. Kini Bang Roji bukan saja sebagai petugas keamanan kompleks namun juga sudah menjadi orang yang amat penting bagi kehidupan aku dan putriku.

Paginya di saat aku terbangun, aku buru-buru membangunkan Bang Roji agar jangan sampai kepergok putri kecilku. Bang Roji cukup paham akan kekuatiranku ini. Ia lantas mengenakan pakaiannya yang sudah berceceran. Aku sempat melihat benda yang semalam memasukiku itu yang kini terkulai lemas. Dengan sedikit malu aku lengoskan mukaku dari pandangan mesra Bang Roji.

Setelah pakaiannya terpasang ia pun keluar kamar. Bang Roji langsung pulang kerumahnya,mumpung masih sepi dan belum ada yang tahu. Aku pun lantas turun dari pembaringan, namun rasa nyilu dan pegal di persendian tubuhku membuatku bermalas-malasan hari Sabtu itu.

Untunglah hari itu aku tak masuk kantor. Aku berusaha memunguti pakaianku yang juga berceceran di lantai dan memasukannya ke dalam kain kotor. Aku pun membersihkan kain sprey yang juga sudah awut awutan ditambah oleh adanya noda noda cairan sperma dan keringat kami berdua.

Aku lalu masuk ke kamar mandi untuk mandi dan membersihkan tubuhku yang aku rasakan lengket-lengket di sana sini. Setelah mandi dan berganti pakaian, aku pun memasukkan kain kotorku ke dalam mesin cuci. Pagi itu aku mencuci semua pakaian kotorku juga milik putriku.

Tak lama aku pun menjemurnya. Aku lihat di kamar putriku, rupanya dia sudah bangun dan aku ajak dia untuk mandi pagi itu. Setelah memandikan putriku aku pun memasak makanan yang akan aku makan berdua dengan anakku. Pagi itu perutku terasa lapar, karena malamnya memang habis bertarung birahi dengan Bang Roji. Aku sempat senyum sendiri membayangkan yang kami perbuat malam tadi.

Setelah semuanya beres dan aku juga sudah minum suplement agar tubuhku tetap bugar, aku pun mengajak putriku untuk jalan keluar. Sebab aku merasa berdosa padanya akibat perbuatanku dan bang Roji malam tadi. Dengan mobil aku ajak putriku jalan-jalan ke pusat perbelanjaan.

Setelah beberapa jam melakukan jalan-jalan dan membeli segala keperluan, aku pun balik pulang. Dan di gerbang menuju kompleks, kami bertemu Bang Roji yang sedang tugas. Putriku minta berhenti dan ia ingin bertemu Bang Roji. Lalu tiba-tiba saja putriku minta agar kami jalan-jalan ke Anyer lagi. Ia ingin main air laut katanya.

“Maaaa…Cici ingin ke pantai, baleng Pak Roji!” katanya dengan suara yang masih cadel.
Aku memandang Bang Roji. Dengan alasan Pak Roji masih tugas aku berusaha menenangkan putriku. Namun Bang Roji bilang bahwa ia tugas sampai jam 15,00.

“Nah sorenya kita bisa ke sana dik Rissa” terang Bang Roji, “kan Besok hari minggu, abang bisa libur.”

Aku pun terpaksa menuruti kemauan putriku itu. Setelah menyiapkan bekal seadanya, sore itu kami berangkat ke pantai Anyer bertiga dengan Bang Roji dan putriku. Selama perjalanan aku yang menyetir sebab Bang Roji tak bisa nyetir.

Dalam perjalanan itu, putriku dan Bang Roji asik bercanda dan bermain main. Terdengar tawa keduanya yang duduk di bangku belakang. Entah apa yang diketawakan mereka berdua. Tampak sekali putriku butuh sosok ayah, dia terlihat manja bersama Bang Roji. Sesampai di Anyer, kami pun turun dan aku mengurus sewa villa yang akan kami tempati.

Aku dan Bang Roji memasukki villa dan membawa segala keperluan yang telah aku siapkan dari rumah. Aku pun lantas mengeluarkan makanan juga penganan yang akan kami santap malam nanti. Sementara aku di Villa asik masak dan menyiapkan makanan, Bang Roji dan putriku asik juga bermain di pantai hingga senja menjelang.

Setelah puas bermain main di pantai, putriku aku bersihkan dengan air hangat dan suapkan makanannya. Mungkin karena telah lelah selama perjalanan dan main air laut, putriku pun tertidur. Akupun membaringkannya di kamar yang satunya lagi agar ia bisa dengan nyenyak tidur. Saat aku menidurkan putriku, bang Roji sedang duduk di beranda villa, sambil menghisap rokok.

Aku pun memanggilnya untuk makan sebab aku tahu ia tentunya sudah lapar juga. Malam itu kami pun makan berdua di meja makan ruang tengah villa. Setelah makan dan menutup makanan dengan tudung yang aku bawa dari rumah, aku pun keluar villa untuk mencari angin.

Aku berjalan menyusuri bibir pantai seorang diri dan tak lama kemudian aku sampai di pantai dekat villa. tampak Bang Roji masih duduk di pinggir pantai dekat Villa. Ia sengaja tak jauh dari villa sebab kuatir nanti putriku terbagun dan nangis. Apalagi katanya ia ingin menjaga villa agar tak dimasuki maling, sebab di daerah itu sering terjadi kehilangan katanya.

Melihat aku yang berada di pantai dekat villa, Bang Roji berjalan ke arahku. Dia lalu meraih tanganku. Seoalah kami pasangan suami istri iapun lantas menciumi tanganku, aku lantas dipeluk dan kami pun berjalan ke arah villa. Masih dalam berpelukan kami pun masuk villa. Bang Roji lalu menutup pintu vila dan mengandengku ke kamar. Sampai dalam, kami pun naik ke pembaringan.

Aku tak sanggup berkata apa-apa sebab kami akan menjalani sorga dunia yang baru kami lakukan. Tidak terlalu berlama lama kami pun sudah dalam keadaan bugil. Dengan cumbuan dan rabaan yang cukup intens di payudara dan liang intimku, malam itu pun kami melakukan hubungan kelamin untuk yang kesekian kalinya.

Bang Roji kurasakan amat perkasa dan mengerti apa yang aku inginkan. Kini aku sudah menemukan seseorang yang mampu mengisi hari-hariku, meski aku merasa sedikit cemburu jika ia berada di rumah istri-istrinya. Malam itu di vila yang aku sewa, aku kembali dihantarkan Bang Roji menggapai kepuasan sebagi wanita dewasa seutuhnya.

Kini aku mendapatkan kepuasan itu dari orang yang aku curigai dulu sering mengintipku itu, apalagi dulunya aku amat tak suka padanya, namun kini aku sudah bisa menerimanya luar dalam. Aku selalu merasa puas bersetubuh dengannya, selain kepuasan seksual, juga kepuasan psikologis mampu membalaskan sakit hatiku pada suamiku yang juga berselingkuh di luar sana.,

 

TAMAT