kejantanannya ke dalam anusku. Aku ingin
berteriak tapi Nasrul telah membungkam mulutku dengan lidahnya yang liat.
Rangga terus memompa anusku dengan penisnya yang berdiameter super itu makin
lama makin cepat dan mencengkram pinggulku erat-erat, mengayunkannya berlawanan
dengan arah sodokannya hingga menimbulkan tumbukan yang luar biasa enak.
Nasrul rupanya mulai pulih kekuatannya, dia
menggeser badannya hingga batang kemaluannya itu tepat berada di depan mulutku.
Tanpa basa basi, kusambut batang kemerahan yang telah memberikan aku nikmat
tiada terkira itu dengan servis istimewa. Kutusukkan ujung lidahku tepat di
lubang saluran penisnya berkali-kali dan kuhisap kuat-kuat hanya pada ujungnya
saja.
“Auwww..yes pintar kamu girl
Tanganmu sini genggam buah zakarku biar lebih
enak.”
Kuturuti permintaanya dan kelima jari-jari
lentikku mulai membelai, meremas buah zakarnya dan kulanjutkan dengan mengocok
batang kemaluannya mengimbangi hisapanku dan sodokan Rangga. Nasrul langsung
merem melek menikmati pelayananku.
“Kenapa? Enak ya Yang..? Uuhh.. ouw.. enaknya.
Liat nih..
” kutepuk-tepukkan penisnya di daerah mulutku
sambil kuberikan dia senyum dan tatapan menggoda alias mesum.
Kuangkat kedua tungkainya dan kususupkan
kepalaku ke bagian pantatnya hingga dadaku rebah menyatu dengan kasur meski
pahaku masih dalam posisi doggy style. Kujilati daerah anusnya hingga Nasrul
merintih kegelian. Semakin dia meringis semakin terbakar nafsuku untuk
memberinya kepuasan dari seluruh tubuhku.
Jilatanku berganti dengan hisapan dan tusukan
ibu jariku ke dalam liang anusnya. Kubuang rasa jijikku, yang ada hanyalah
hasrat ingin melayani dan memberikan kepuasan kepada kedua jagoanku itu.
Lama-lama aku merasa menjadi pelacur ahli tempat pemuas nafsu seksualitas
mereka, namun anehnya aku malah semakin merasa horny dengan perasaan demikian.
Dengan rasa itu, ditambah pula desakan dalam
duburku, akhirnya aku tidak tahan lagi dan menjerit keras melepas orgasmeku
yang entah untuk keberapa kalinya terjadi, dan tubuhku bergetar hebat sementara
kemaluanku menyemburkan cairan kental yang hangat. Rangga segera menusukkan
jari telunjuk dan jari tengahnya ke dalam vaginaku sambil terus bergoyang maju
mundur.
“Oh.. jepitanmu kuat sekali Han. Jariku sampai
berdenyut-denyut di dalam. Bagaimana rasanya..? Asyikkan..?”
“Asyik sekali Yang. Oohh.. akh.. hmpm.. aku
nggak kuat lagi.” timpalku dengan memelas.
Nasrul langsung mengambil inisiatif, diangkatnya
tubuhku ke atas tubuhnya lagi seperti pada posisi awal dan langsung memberikan
rangsangan maut pada kedua buah dadaku yang memerah dan membengkak akibat
hisapan-hisapan mereka. Aku hanya mampu rubuh di atas dadanya dan membiarkan
tangannya sibuk menjelajahi buah dadaku, bibirnya pun tidak mau kalah menjilati
belakang telingaku dan leherku.
Dengan sekali jambakan kuat pada rambutku, dia
memaksaku bertumpu pada kedua tanganku dan mengulum bibirku. Aku hanya pasrah
menerima semuanya, bagaimanapun toh aku menyukai kekasarannya, juga pada saat
dia mengangkat pinggulku dan langsung menancapkan penisnya dalam vaginaku. Oh
Tuhan, sungguh sensasi yang luar biasa dimana ketiga lubang sex-ku terisi
semua. Satu di lubang vaginaku, satu penis lainnya di lubang anusku berlomba
memacu maju mundur berirama liar, sementara di mulutku lidah Nasrul pun
bergerak liar maju mundur menghisap lidahku. Jika saja kiamat akan datang saat
itu, aku takkan menyesal karena aku berada pada puncak kenikmatan paling dasyat
yang membuatku melayang ke surga.
Tempat tidur spring bed Nasrul berderak-derak
seirama dengan gerakan kami. Mungkin orang di luar kamar ini pasti
mendengarnya, namun aku tidak perduli lagi, bahkan aku ingin menjerit memamerkan
keadaanku yang sedang disenggamai kedua lelaki jantan ini. Napasku memburu dan
kutekankan buah dadaku di dada Nasrul sambil terus mengulum lidahnya.
“Ayo Sayang, oh.. goyang teruss..
Oh.. ya.. akh.. shh..
” desahku di antara lidah Nasrul.
Peluh kami banjir memenuhi tubuhku dan seprei
coklat sampai akhirnya tiba-tiba Rangga berteriak keras dan kurasakan cairan
hangat itu tumpah dalam anusku. Aku merapatkan lubang anusku menjepit penis
Rangga dan menahannya tetap di dalam anusku hingga sensasi itu hilang. Rangga
menampar pinggulku keras sekali sambil memaki tidak jelas, lalu mencabut batang
kemaluannya dan rebah di samping kami.
Aku segera menegakkan badan dan gantian kini aku
yang memompa Nasrul. Kuturun-naikkan pinggulku semakin cepat hingga tusukan
penis Nasrul terasa sangat nikmat. Gerakan demikian sangat menguras tenagaku,
sehingga tidak lama aku tidak sanggup lagi mengangkat pinggulku, namun rupanya
Nasrul tidak mau melepaskan kenikmatan itu, maka dia lalu ganti mengangkat
pinggulku dan melakukan gerakan seperti tadi.
Tanpa melepaskan penisnya dari liang sanggamaku,
Nasrul membalik posisi kami hingga aku terbaring di kasur dengan kaki
mengangkang ke atas, sementara Nasrul duduk tegak dan melanjutkan kegiatan
mengocoknya. Dengan posisi demikian aku lebih leluasa meremas payudaraku
sendiri dan bergoyang erotis sambil sesekali menarik dan menjepit putingku dan
mendesah halus. Menyaksikan aku yang bergerak erotis, Nasrul semakin
mempercepat frekuensi sodokannya plus gigitannya pada betisku. Tidak lama
kemudian dia mulai menegang.
“Han.., udah hampir nih..
”
“Jangan, jangan dicabut dulu Yang, aku juga
hampir..
” pintaku memelas dan kini aku pun ikut
menggoyangkan pinggulku berlawanan arah dengan dorongan pantat Nasrul.
“Keluarin dalam ya?” bujuk Nasrul.
“Ter.. se.. rahh.. akkhh..
” aku memuntahkan lagi cairan orgasmeku.
“Ohh.., enaknya jepitanmu Han. Oh.., ash..,
shshsh.., aakhh..
” cairan hangat yang kugilai itu tumpah dalam
vaginaku dan aku sangat terkesan oleh sensasi yang ditimbulkannya karena sebenarnya
baru pertama kali ini aku membiarkan sperma memenuhi vaginaku. Aku sangat
menjaga agar jangan sekali pun ada sperma yang menyentuh daerah vaginaku, sebab
aku tidak ingin hamil, tetapi hari ini aku lupa akan kekhawatiranku itu. Aku
ingin merasakan semua fantasi-fantasiku selama ini, lagipula kalau hitunganku
tidak salah hari ini aku masih dalam masa tidk subur.
Nasrul lalu mengeluarkan penisnya dari vaginaku
dan rebah di sebelah kananku meninggalkan aku yang masih gemetar dengan anus
dan vagina basah penuh sperma. Kakiku tetap kubuka lebar agar aku dapat
merasakan sperma yang mengalir di bibir-bibir vaginaku yang masih
berdenyut-denyut kencang. Kedua lelaki tadi terbaring dengan mata tertutup
entah tertidur atau berpikir. Aku pun tidak dapat menahan kantuk dan segera
tertidur kelelahan dalam posisi tadi.
Ketika aku bangun hujan telah berhenti, kulirik
jam di tembok ternyata sudah jam 4 lewat, tangan kananku bergerak otomatis ke
arah vaginaku, sedangkan tangan kiriku mencari Nasrul ataupun Rangga, namun ternyata
mereka sudah tidak ada di sampingku.
“Akh.., kemana sih mereka?” aku bergegas berdiri
mencari bajuku atau minimal CD dan BH-ku, namun aku tidak mendapatinya. Yang
kudapat akhirnya hanyalah kemeja dan rokku saja. Akhirnya tanpa mengenakan BH
dan CD aku memakai baju dan rokku dan segera merapikan diri, di luar terdengar
tawa beberapa orang yang kupikir pasti Nasrul atau Rangga dengan
teman-temannya.
Setelah yakin penampilanku sempurna, aku segera
keluar mendapati mereka dengan maksud meminta Rangga mengantarku pulang. Benar
saja di ruang tengah ternyata Nasrul dan Rangga berkumpul bersama
teman-temannya lagi asyik ngobrol dan nonton film triple X. Begitu aku muncul,
mereka langsung terdiam dan menatapku dengan ganjil. Memang tanpa BH payudaraku
dengan puting yang mencuat tegang tampak jelas di balik kemeja kuning muda dan
sangat tipis ini, dan itulah mungkin yang menyebabkan mereka terbelalak
menatapku.
“Udah bangun Han? Sini duduk sini yuk. Kenalin
nih teman-temanku. Itu Rudi, Adi, Dias, Deni dan Lilo.” Nasrul memperkenalkan
temannya satu persatu.
Setelah menjabat tangan mereka, aku pun ditarik
duduk di antara Nasrul dan Rangga, lalu ikut menyaksikan adegan panas di TV.
Kami pun terlibat obrolan menarik seputar sex dan ML selama kurang lebih satu
jam sambil sesekali mereka menggerayani tubuhku.
“Rangga udah sore nih, antarin aku pulang dong..
Belum mandi nih.” kataku sambil mengancingkan
kemejaku dan merapikan rokku yang telah tersingkap kesana kemari. Aku takut
kalau lama-lama di sini jangan-jangan aku dikerjai mereka semua disuruh
melayani nafsu mereka. Bukannya aku tidak mau, sebenarnya aku malah tergoda
sekali untuk merangsang mereka, tapi aku malu lah mengingat selama ini kan aku
dikenal sebagai cewek ‘baik-baik’ dan aku belum siap kehilangan predikat itu.
“Ok deh, yuk..
”
Aku segera mengambil tas dan buku-bukuku dari
kamar Nasrul dan diantar pulang oleh Rangga. Sebelum mandi aku menatap tubuh
bugilku di depan kaca dan mengusap bekas-bekas cupangan Nasrul dan Rangga di
sekujur badanku terutama daerah payudara, perut sampai di bawah pusarku.
Bulu-buluku menegang kembali mengingat kejadian barusan yang kualami, lalu
tanpa sadar aku bermastrubasi di depan kaca, tapi karena tidak kuat berdiri aku
membaringkan tubuhku di atas kasur dan mulai mengerjai vaginaku sendiri.
Kumasukkan jari telunjuk dan jari tengahku ke dalam vaginaku, lalu mulai
mengocoknya sambil meremas putingku bergantian dengan tangan yang satunya.
Lima belas menit akhirnya aku selesai tapi
birahiku masih tinggi, maka kuambil HP-ku dan menghubungi Ken mantan pacarku.
Sampai sekarang kami masih tetap berhubungan hanya untuk melepaskan hasrat
seksual masing-masing. Batang kemaluan Ken memang tidak sebesar punya Rangga
apalagi Nasrul, tapi dia tahu bagaimana memuaskan aku dan membuatku merindukan kocokan
mautnya. Satu setengah tahun kami pacaran dan dia telah mengajarkan segalanya
tentang bagaimana membuat lelaki puas melepas hasrat mereka dengan
membiarkannya melakukan apa saja terhadap tubuh wanita.
“Halo, Ken? Ke sini dong, aku kangen nih. Udah
dua hari kamu nggak ke sini, aku kan kangen mo ngemut lolipopmu. Aku hampir
gila nih nggak dikasih jatah. Bilang dong ama Vivi aku juga butuh, bukan cuma
dia.” rayuku.
“Mau tau nggak aku lagi apa? Dengar ya Yang, aku
lagi tiduran bugil mastrubasi bayangin kamu. Datang dong..
”
“Ok deh. Tapi aku nggak bisa lama-lama, soalnya
jam tujuh nanti ada janji mo temenin Vivi ke pesta. But kamu siap-siap aja ya
aku datang bentar lagi.”
Kututup telponku setelah memberikan ciuman
panjang kepadanya.
Aku langsung bergegas mandi, berdandan dan
mengatur kamarku tanpa memakai baju, hanya kulilitkan handuk saja. Kasur
kuletakkan di tengah ruangan dan kututupi dengan selembar kain, sebab aku tidak
mau nanti malam tidur dengan bau sperma. Untungnya kosku ini termasuk bebas
dimasuki cowok sampai jam 10 malam, jadi kami bebas melakukan apa saja tanpa
perlu khawatir, apalagi khusus saat ini hujan tampaknya akan deras lagi,
sehingga aku yakin segaduh apapun kami nanti suaranya akan hilang ditelan deru
angin dan hujan.
Setelah selesai persiapan ruangnya, aku segera
mengoleskan baby oil ke seluruh badan agar tampak mengkilap dan seksi plus
harum. Tidak lupa aku makan dahulu, tidak terlalu banyak yang penting cukup
untuk memberi tenaga, karena aku tahu kalau sudah berhubungan dengan Ken aku
pasti tidak bakalan sanggup bangun apalagi makan. Tidak lama setelah aku
merapikan dandanan lagi sehabis makan, kudengar pintu diketuk dan aku bergegas
membukanya.
“Hallo cantik,” Ken mencium bibirku dan mencubit
pantatku di balik handuk yang kukenakan sebelum masuk dan memutar film blue.
Dia memang suka merangsang dirinya dengan menonton film begituan sebelum
meniduriku. Setelah mengunci pintu aku menyusulnya dan segera kuciumi bibir dan
lehernya habis-habisan dengan napas memburu. Aku memang tidak butuh film untuk
merangsang diriku, sebab dengan bugil di depan cowok saja dan membayangkan
bahwa sebentar lagi aku akan menjerit-jerit kesenangan cukup untuk membuatku
merasa horny.
“Umhh.. aku kangen sekali Yang,”
Kubuka kancing kemejanya satu persatu sambil
kuciumi dadanya, dia tetap tidak bergeming sambil terus menatap layar TV.
Kujilati sekujur tubuhnya mulai dari wajah, leher, dada hingga ke perut dan
pusarnya, dia hanya mendesah sedikit. Memang cowok ini susah dirangsang, tapi
kalau sudah on, wuiihh dasyat..
Oleh sebab itu meski harus kurendahkan diriku
dengan menari-nari erotis menjilat kepala sampai ujung kakinya pun aku rela,
bahkan bila aku diharuskan merengek dan menangis memohon padanya untuk sudi
menusuk kemaluanku, aku pasti mau.
Dia telah membuatku bertekuk lutut dan
memujanya. Seluruh sendiku terlanjur dibuatnya tergila-gila pada jilatannya,
hisapannya, kecupannya, sentuhannya, remasannya, cubitannya, bahkan pada
pukulan dan tamparannya. Bercinta dengannya berarti merelakan diri menjadi budak
seks yang sangat hina yang hanya dapat menerima perlakuannya tanpa banyak
cincong.
Puas bermain dengan dada dan putingnya, aku
membuka ikat pinggangnya dan kurebahkan dirinya di atas kasur agar aku dapat
menelanjanginya dengan mudah. Kulempar jauh-jauh handuk yang menutup tubuhku,
lalu mulailah aku beraksi merangsangnya, mulai dari kuciumi jari-jari kakinya,
kukulum dan kujilat dengan penuh perasaan lalu naik menuju betisnya, kulakukan
hal serupa pada sebelah kakinya.
Kurapatkan kedua kakinya dan kurebahkan badanku
di atasnya lalu kugesek-gesekkan buah dadaku hingga bersentuhan dengan
bulu-bulu kakinya. Iihh.. gelinya.. merangsang. Kubuka kembali kedua kakinya
dan kutekuk, lalu aku masuk di antaranya dan merapatkan wajahku ke
selangkangannya. Kumanja dia dengan oral seks kebanggaanku, membuatnya makin
lama makin mengerang tidak karuan.
Akhirnya usahaku tidak sia-sia, bersamaan dengan
adegan memancarnya mani pria di film porno itu Ken segera merenggut rambutku
dan menarikku hingga rebah di kasur. Aku gemetar dan berdebar-debar menanti
luapan birahinya atasku. Dengan ahlinya Ken menggerayangi tubuh bugilku dengan
lidah dan tangannya sekaligus menyentuh setiap titik rangsangku, membuatku
tidak dapat berbuat apa-apa kecuali mendesah, melenguh dan menggelinjang hebat
tatkala sebelah putingku digigit, sedangkan sebelahnya lagi dipelintir jarinya
dan tangan satunya sibuk bermain di daerah kemaluanku, sebelum akhirnya kedua
jarinya amblas ke dalam vaginaku.
“Aakkhh.. Ooww yeah..
” kugigit bibirku erat-erat mencegah jeritan
penuh kenikmatan yang hendak keluar.
Badanku mulai bergoyang seirama dengan sodokan
jari-jarinya di dalam vaginaku. Tanganku bergerak meraih wajahnya dan kukulum
bibirnya penuh nafsu. Kubayangkan lidahnya sebagai sebuah penis dan kuhisap
dengan semangatnya. Kemaluanku pastilah sangat banjir sebab dapat kudengar
bunyi kecipaknya beradu dengan tangan Ken semakin jelas. Ken mencabut jarinya
dan menarik lidahnya dariku yang langsung memperlihatkan wajah kecewa tapi
tidak lama kemudian wajahku segera berubah menjadi meringis nikmat tatkala
kurasakan lidah Ken menari-nari di lubang sanggama hingga anusku sambil tidak
lupa menghadiahkanku beberapa gigitan di klitoris, bibir vagina dan daerah
panggulku.
Enaknya cumbuan Ken membuatku merintih-rintih
dan melambungkan dadaku hingga payudaraku yang bengkak berisi bergoyang-goyang
liar menggoda Ken untuk meremasnya sambil tetap menghisap vaginaku menelan
semua cairan yang keluar dari vagina merah jambuku ini. Adakalanya dia begitu
lembut menjilati tubuhku dan membelai seluruh permukaan kulitku, membuatku
mendesah nikmat, namun kadang pula dia begitu liar dan kasar melahap semua
kenikmatan yang ditawarkan tubuh bugil dan menggoda yang terbaring menyerah
tanpa syarat kepadanya ini.
Dia memang tidak dapat ditebak, semakin keras
aku menjerit kesakitan, makin bernafsu dia menyakiti dan membuatku menjerit
lebih keras lagi. Jika sampai di satu titik dimana aku tidak dapat menjerit
lagi dan hanya dapat menangis lirih menahan rasa sakit sekaligus nikmat, maka
dia tampak sangat puas dan mulai melembutkan cara bercintanya. Namun anehnya,
dari pertama kuserahkan diriku bulat-bulat padanya, aku telah jatuh cinta pada
cara bercintanya yang aneh ini, atau dengan kata lain lama-lama aku kecanduan
berat ditiduri olehnya hingga satu hari saja tidak kurasakan penisnya menyodok
vaginaku, maka pastilah aku terus uring-uringan tidak menentu.
Ketika aku tidak berdaya lagi, akhirnya Ken mau
meloloskan permohonanku untuk disenggamai olehnya. Sebagai permulaan,
dipaksanya aku mengulum penisnya agar licin jika dimasukkan ke dalam vaginaku.
Tentu saja pekerjaan itu kusambut dengan senang hati dan kukerahkan seluruh
kemampuanku menjilat, mengulum dan mengisap penis yang sangat kudamba itu.
Pekerjaanku itu memang ‘tokcer’, buktinya Ken
segera mengalihkan penisnya ke arah vaginaku, dan amblas lah batang lumayan
besar itu, meski tidak sebesar punya Rangga atau Nasrul itu ke dalam liang
senggamaku dan tentu saja disambut vaginaku penuh sukacita dengan langsung
menjepitnya erat-erat. Dari gerak tubuh Ken kutahu dia pun sangat terangsang
dan ingin menyalurkan nafsunya itu sesegera mungkin.
Dalam beberapa saat selanjutnya hanya terdengar
dengusan napas terengah cepat dan gesekan seprei di antara bunyi ‘pak-pak-pak’
yang timbul dari terpaan daerah selangkang Ken dengan pantatku. Tubuh kami
menyatu bergoyang seirama tidak beraturan, kadang cepat kadang pelan, lalu
cepat lagi hingga beberapa kali aku tidak sanggup menahan erangan keras yang
keluar sebagai ungkapan nikmat yang kurasakan tatkala gesekan kejantanan Ken
terasa sekali dalam dinding vaginaku. Tengah asyiknya aku mendaki gunung
kenikmatan birahi itu, tiba-tiba Ken menghentikan sodokannya dan menarik
rambutku hingga leherku serasa akan patah.
“Hana, kamu habis ditiduri orang lain ya?”
tanyanya marah sambil lebih keras lagi menarik rambutku sampai kepalaku
mendongak ke atas dalam posisi doggy style.
“I.., iya Ken.” jawabku ketakutan.
“Kapan dan di mana, Han..?”
“Tadi siang di rumah temanku.” erangku pelan
menahan sakit. “Aku dipaksa Ken, aku nggak bisa menolak, abis mereka berdua
sih.” tambahku sambil berbohong sedikit untuk membela diri.
“Ooo.. jadi sekarang kamu udah terima servis
massal ya? Dasar perempuan jalang nggak tau diri, memekmu gatal apa kalau nggak
dimasuki rudal? Rasanya aku harus memberimu pelajaran deh.” Tanpa mencabut
penisnya dari liang senggamaku, tangannya meraih ikat pinggangnya yang tadi
kuletakkan di sisi tempat tidur. Aku tidak berani bersuara sedikit pun, bahkan
tidak berani mengembalikan kepalaku ke posisi normal.
Selanjutnya dapat ditebak, Ken menaikiku
bagaikan seorang rodeo. Dicambuknya tubuhku sambil terus mengocok kejantanannya
di dalam liangku. Setiap pukulan yang hinggap di tubuhku hingga berbekas merah
sangat dinikmatinya, begitu pula setiap jeritan yang keluar dari bibirku,
semakin mendorongnya mencapai orgasme, sementara mulutnya tidak berhenti
memaki-maki aku.
“Aakh.. kkhh..” setelah berganti gaya beberapa
kali agar dia dapat terus menyodokku sambil memukul hingga tidak ada bagian
tubuhku kecuali wajah yang luput dari ciuman ikat pinggangnya, akhirnya dia
mencapai orgasme yang sangat hebat. Semprotan air maninya terasa hangat ketika
tumpah di wajah dan mulutku. Mau tidak mau meski badanku penuh bilur kemerahan
aku juga mencapai orgasme yang sangat hebat pula hingga tubuhku bergetar liar
sebelum akhirnya diam terpuruk di atas kasur. Kupejamkan mataku sambil
menjilati sperma yang masih tersisa di sekitar mulut dan wajahku.
“Kamu memang berbakat jadi perek Han. Dari
pertama aku menidurimu, aku langsung tahu kalau kamu ini memang perempuan binal
yang sangat-sangat gatal. Tapi nggak pa-pa, mungkin itu malah menguntungkan
suatu hari kelak.”
Ditepuknya pahaku sebentar, lalu dia cepat-cepat
berkemas memakai bajunya.
“Besok kuhubungi lagi kalau ada waktu. Kamu
boleh tidur dengan orang lain tapi ingat, kamu harus beritahu aku dulu. Mulai
sekarang aku yang akan menentukan dengan siapa kamu bisa bersanggama dan siapa
yang boleh menidurimu. Dengar?”
Aku hanya dapat mengangguk menerima ultimatumnya
meski masih tidak jelas dengan maksudnya. Dia masih sempat menggigit klitorisku
sebelum meninggalkanku terbaring tanpa daya penuh memar dan sperma di dada dan
wajah. Tanpa repot-repot membersihkan diri aku langsung jatuh tertidur
kecapaian.
Keesokkan hari dan hari-hari selanjutnya hingga
saat ini Ken mewujudkan kata-katanya dengan menjadikan aku pelacur sungguhan
yang melayani semua permintaan kapan saja dan dimana saja sesuai keinginan
klien yang tidak lain adalah teman-temannya sendiri. Aku tidak pernah menyesali
semua yang terjadi pada diriku, sebab justru dengan menjadi pelacur di tangan
Ken aku dapat memenuhi semua kebutuhanku, terutama kebutuhan akan seks yang
tidak kusangka semakin hari semakin besar.
Sejak saat itu aku telah enam bulan menjadi
pelacur di kalangan teman dan relasi Ken. Rangga dan Nasrul menjadi klien
tetapku setiap Jumat malam tanpa dipungut bayaran. Ken sendiri masih sering
meniduriku, terutama bila tidak ada pesanan. Sebagai tambahan pula semenjak
lima bulan yang lalu aku pindah kos ke sebuah rumah kontrakkan bersama empat
orang gadis lain termasuk Vivi agar kami lebih bebas menerima klien dan bebas
ditiduri oleh pacar-pacar kami dan berorgy semalam suntuk. Tapi peranku di
dunia kampus tetap tidak berubah. Di mata teman-teman yang tidak mengetahui
kerja sembilanku, aku tetap Hana yang dulu, mahasiswi semester delapan yang
cemerlang dan nyaris tanpa cela di mata dosen.
TAMAT.