Rabu, 26 Juni 2024

Yanti kakak iparku yang gairahku


 


Kejadian ini berlangsung kira-kira 2 tahun yang lalu, waktu itu aku diminta oleh ibu mertua untuk mengambil suatu barang di rumah kakak ipar perempuanku sekalian menengok dia karena sudah lama tidak ketemu. Kakak iparku ini (sebut saja namanya Yanti) memang tinggal sendirian, walaupun sudah kawin tetapi belum punya anak dan saat ini sudah pisah ranjang dengan suaminya yang kerja di kota lain. Aku sampai di rumahnya sekitar jam 19:00 dan langsung mengetuk pintu pagarnya yang sudah terkunci. Tak lama kemudian Ina muncul dari dalam dan sudah tahu bahwa aku akan datang malam ini.
“Ayo dit, masuk. . , langsung dari kantor?, Sorry pintunya sudah digembok, soalnya Yanti tinggal sendiri jadi harus hati-hati”, Sambutnya.
Yanti malam itu sudah memakai daster tidur karena toh yang bakalan datang juga masih terhitung adiknya, daster yang dia pakai mempunyai potongan leher yang lebar dengan model tangan ‘you can see’.

Kami kemudian ngobrol dan nonton TV sambil duduk bersebelahan di sofa ruang tengah. Selama ngobrol, Yanti sering bolak-balik mengambil minuman dan snack buat kita berdua. Setiap dia menyajikan makanan atau minuman di meja, secara tidak sengaja aku mendapat kesempatan melihat kedalam dasternya yang menampilkan kedua teteknya secara utuh karena Yanti tidak memakai BH lagi dibalik dasternya. Yanti memang cantik, tubuhnya tinggi semampai dengan kulit yang putih dan rambut yang panjang tergerai. Walaupun sudah kawin cukup lama tapi karena tidak punya anak tubuhnya masih terlihat langsing dan ramping. Teteknya yang kelihatan olehku, walaupun tidak terlalu besar tetapi tetap padat dan membulat. Melihat pemandangan begini terus-menerus aku mulai tidak bisa berpikir jernih lagi dan puncaknya tiba-tiba kusergap dan tindih Yanti di sofa sambil berusaha menciumi bibirnya dan meremas-remas teteknya.
Yanti kaget dan menjerit, “dit, apa-apaan kamu ini!”.
Dengan sekuat tenaga dia mencoba berontak, menampar, mencakar dan menendang-nendang. Tapi perlawanannya membuat birahiku semakin tinggi apalagi akibat gerakannya itu pakaiannya menjadi makin tidak karuan dan semakin merangsang.
“Breett. . “, daster bagian atas kurobek ke bawah sehingga sekarang kedua teteknya terpampang dengan jelas. Putingnya yang berwarna coklat tua terlihat kontras dengan kulitnya yang putih bersih.
Yanti terlihat shock dengan kekasaranku, perlawanannya mulai melemah dan kedua tangannya berusaha menutup dadanya yang terbuka.
“dit. . , ingat, kamu itu adik iparku. . “, rintihnya memelas.
Aku tidak mempedulikan rintihannya dan terus kutarik daster yang sudah robek itu ke bawah sekaligus dengan celana dalamnya yang sudah aku tidak ingat lagi warnanya. Sekarang dengan jelas dapat kulihat memeknya yang ditumbuhi dengan bulu-bulu hitam yang terawat baik.

Setelah berhasil menelanjangi Yanti, kulepaskan pegangan pada dia dan berdiri di sampingnya sambil mulai melepaskan bajuku satu persatu dengan tenang. Yanti mulai menangis sambil meringkuk di atas sofa sambil sebisa mungkin mencoba menutupi badannya dengan kedua tangannya. Saat itu pikiranku mulai jernih kembali menyadari apa yang telah kulakukan tapi pada titik itu, aku merasa tidak bisa mundur lagi dan aku putuskan untuk berlaku lebih halus.
Setelah aku sendiri telanjang, kubopong tubuh mungil Yanti ke kamarnya dan kuletakkan dengan lembut di atas ranjang. Dengan halus kutepiskan tangannya yang masih menutupi tetek dan memeknya, kemudian aku mulai menindih badannya. Yanti tidak melawan. Yanti memalingkan muka dengan mata terpejam dan berurai air mata setiap kali aku mencoba mencium bibirnya. Gagal mencium bibirnya, aku teruskan menciumi telinga, leher dada dan berhenti untuk mengulum puting dan meremas-remas tetek satunya lagi. Ina tidak bereaksi. Aku lanjutkan petualangan bibirku lebih ke bawah, perut dan memeknya sambil merentangkan pahanya lebar-lebar terlebih dahulu. Aku mulai dengan menjilati dan menghisap clitorisnya yang cukup kecil karena sudah disunat (sama dengan istriku). Yanti mulai bereaksi. Setiap kuhisap clitorisnya Yanti mulai mengangkat pantatnya mengikuti arah hisapan.

Kemudian dengan lidah, kucoba membuka labia minoranya dan memainkan lidahku pada bagian dalam memeknya. Tangan Yanti mulai meremas-remas kain sprei sambil menggigit bibir. Ketika memeknya mulai basah kumasukkan jari menggantikan lidahku yang kembali berpindah ke puting teteknya. Mula-mula hanya satu jari kemudian disusul dua jari yang bergerak keluar masuk memeknya. Yanti mulai berdesah dan memalingkan mukanya ke kiri dan ke kanan. Sekitar dua atau tiga menit kemudian aku tarik tanganku dari memeknya. Merasakan ini, Yanti membuka matanya (yang selama ini selalu tertutup) dan menatapku dengan pandangan penuh harap seakan ingin diberi sesuatu yang sangat berharga tapi tidak berani ngomong. Aku segera merubah posisi badanku untuk segera menyetubuhinya. Melihat posisi ‘tempur’ seperti itu, pandangan matanya berubah menjadi tenang dan kembali menutup matanya. Kuarahkan kontolku ke bibir memeknya yang sudah berwarna merah matang dan sangat becek itu. Secara perlahan kontolku masuk ke memeknya dan Yanti hanya mengigit bibirnya. Tiba-tiba tangan Yanti bergerak memegang sisa kontolku yang belum sempat masuk, sehingga penetrasiku tertahan.
“dit, kita tidak boleh melakukan hal ini. . “, Kata Yanti setengah berbisik sambil memandangku.
Tapi waktu kulihat matanya, sama sekali tidak ada penolakkan bahkan lebih terlihat adanya birahi yang tertahan. Aku tahu dia berkata begitu untuk berusaha memperoleh pembenaran atas perbuatan yang sekarang jadi sangat diinginkannya.
“Tidak apa-apa ‘teh, kita kan bukan saudara kandung, jadi ini bukan incest”, Jawabku.
“Nikmati saja dan lupakan yang lainnya”.
Mendengar perkataanku itu, Yanti melepaskan pegangannya pada kontolku yang sekaligus aku tangkap sebagai instruksi untuk melanjutkan ‘perkosaannya’. Dalam ‘posisi standard’ itu aku mulai memompa Yanti dengan gerakan perlahan, setiap kali kontolku masuk, aku ambil sisi memek yang berbeda sambil mengamati reaksinya. Dari eksperimen awal ini aku tahu bahwa bagian paling sensitif dia terletak pada dinding dalam bagian atas yang kemudian menjadi titik sasaran kontolku selanjutnya.

Strategi ini ternyata cukup efektif karena belum sampai dua menit Yanti sudah orgasme, tangannya yang asalnya hanya meremas-remas sprei tiba-tiba berpindah ke pantatku. Yanti dengan kedua tangannya berusaha menekan pantatku supaya kontolku masuk semakin dalam, sedangkan dia sendiri mengangkat dan menggoyangkan pantatnya untuk membantu semakin membenamnya kontolku itu. Untuk sementara kubiarkan dia mengambil alih.
“sshh. . , aahh”, rintihnya berulang-ulang setiap kali kontolku terbenam.
Setelah Yanti mulai reda, inisiatif aku ambil kembali dengan merubah posisi badanku untuk style ‘pumping flesh’ untuk mulai memanaskan kembali birahinya yang dilanjutkan dengan style ‘stand hard’ (kedua kaki Yanti dirapatkan, kakiku terbuka dan dikaitkan ke betisnya). Style ini kuambil karena cocok dengan cewek yang bagian sensitifnya seperti Yanti dimana memek Yanti tertarik ke atas oleh gerakan kontol yang cenderung vertikal. Yanti mengalami dua kali orgasme dalam posisi ini.
Ketika gerakan Ina semakin liar dan juga aku mulai merasa akan ejakulasi aku rubah stylenya lagi menjadi ‘frogwalk’ (kedua kaki Yanti tetap rapat dan aku setengah berlutut/berjongkok). Dalam posisi ini setiap kali aku tusukkan kontolku, otomatis memek sampai pantat Yanti akan terangkat sedikit dari permukaan kasur menimbulkan sensasi yang luar biasa sampai pupil mata Yanti hanya terlihat setengahnya dan mulutnya mengeluarkan erangan bukan rintihan lagi.
“Na, aku sudah mau keluar. Di mana keluarinnya?”, Kataku sambil terus memompa secara pelan tapi dalam.
“ddi dalam saja. . , di dalam saja, aahh. . , jangan pedulikan”, Yanti mejawab ditengah erangan kenikmatannya.
“Aku keluar sekarraang. . “, teriakku.
Aku tekan memeknya keras-keras sampai terangkat sekitar 10 cm dari kasurnya dan cairan kenikmatan tersemprot dengan kerasnya yang menyebabkan untuk sesaat aku lupa akan dunia.
“Jangan di cabut dulu dit. . “, bisik Yanti.
Sambil mengatur napas lagi, aku rentangkan kembali kedua paha Yanti dan aku pompa kontolku pelan-pelan dengan menekan permukaan bawah memek pada waktu ditarik. Dengan cara ini sebagian sperma yang tadi disemprotkan bisa dikeluarkan lagi sambil tetap dapat menikmati sisa-sisa birahi. Yanti menjawabnya dengan hisapan-hisapan kecil pada kontolku dari memeknya
“dit, kenapa kamu lakukan ini ke Yanti?”, tanyanya sambil memeluk pinggangku.
“Kamu sendiri rasanya gimana?”, aku balik bertanya.
“Mulanya kaget dan takut, tapi setelah kamu berubah memperlakukan Yanti dengan lembut tiba-tiba birahi Yanti terpancing dan akhirnya turut menikmati apa yang belum pernah Yanti rasakan selama ini termasuk dari suami Yanti”, Jawabnya.

Kita kemudian mengobrol seolah-olah tidak ada kejadian apa-apa dan sebelum pulang kusetubuhi Yanti sekali lagi, kali ini dengan sukarela. Sejak malam itu, aku ‘memelihara’ kakak iparku dengan memberinya nafkah lahir dan batin menggantikan suaminya yang sudah tidak mempedulikannya lagi. Yanti tidak pernah menuntut lebih karena istriku adalah adiknya dan aku membalasnya dengan menjadikan ‘pendamping tetap’ setiap aku pergi ke luar kota atau ke luar negeri.

Memang selama ini yanti pun sama menyimpan hasrat birahi yang tinggi terhadapku jadi ketika sesuatu itu terjadi ibarat satu aliran yang masuk antara positif dan negative  maka akan menimbulkan sebuah kumparan api yang meletup tinggi.