Nama saya Nanik. Saya adalah anak pertama dari sebuah
keluarga yang serba berkecukupan. Ayah saya adalah seorang pengusaha di bidang
perbankan yang cukup diperhitungkan di daerah saya. Saya menikah atas dasar
paksaan ayah saya. Sungguh tidak mengenakan menikah dengan orang yang tidak
saya cintai, walaupun sudah kurang lebih sembilan tahun usia pernikahan kami.
Suami saya, Bramono, adalah seorang dokter yang sedang mengambil spesialisasi
bedah di Rumah Sakit pemerintah di kota kami. Terlihat hebat memang. Tapi
sayangnya keluarganya ternyata memiliki bibit keturunan “orang stress”.
Ini yang menyebabkan saya mengambil keputusan untuk lebih baik mengadopsi
daripada memiliki keturunan ‘stress’.
Sikapnya sebagai suami sama sekali tidak mencerminkan
seorang suami. Terlebih saat dia menyadari bahwa dirinya adalah kesayangan ayah
saya, mertuanya.
Beberapa alasan ayah saya sangat menyayanginya adalah karena suami saya adalah
seorang dokter dan (katanya) adalah keturunan orang terhormat. Terhormat?
Menjaga nama baik diri sendiri saja tidak bisa, apalagi nama baik keluarga dan
rumah tangga?
Sudah cukup lama saya bertahan menjaga nama baik keluarga, hingga akhirnya saya
menyadari bahwa ada pihak ketiga yang mengganggu rumah tangga kami.
Namanya Erna. Dia seorang mahasiswi kedokteran hewan yang
menjadi gundik suami saya untuk sekian tahun lamanya. Sama sekali tidak ada
yang menarik dari dirinya. Kalau boleh saya menyombongkan diri, perbedaan saya
dan dirinya ibarat langit dan bumi.
Entah apa yang diinginkan suami saya dari dirinya.
Bukan hanya nama baik rumah tangga kami yang tercoreng, tapi juga nama baik
orang tua saya. Dia membawa ‘gundik’nya itu dengan leluasa menggunakan
kendaraan pribadi ayah saya, karena memang ia belum mampu memiliki sebuah
mobil. Bahkan untuk membeli bautnya pun mungkin masih meminta uang dari saya.
Di tengah kebingungan, saya mendaftarkan diri untuk mengikuti program Magister Manajemen yang baru saja dibuka di sebuah universitas negeri di kota saya. Di sini saya banyak menjumpai teman baru. Kejenuhan dan kebingungan saya mulai sedikit terobati dengan aktivitas belajar baik di kampus maupun di luar.
Entah angin darimana yang berhembus, saya mendengar bahwa
salah seorang teman kuliah saya bertempat tinggal di daerah perumahan yang sama
dengan Erni. Tiba-tiba timbul kembali rasa penasaran terhadap ‘gundik’ suami
saya itu.
Ibarat wartawan, saya pun mulai melancarkan beberapa pertanyaan daerah seputar
perumahan tersebut.
Namanya Eri. Begitu setidaknya ia dipanggil. Pertama memang
ia menaruh curiga terhadap pertanyaan saya. Saya berusaha membohonginya agar
aib rumah tangga saya tidak terbongkar. photomemek.com Namun karena rasa
penasarannya yang begitu besar, saya tidak dapat lagi menutupinya. Terlebih dia
begitu jelas memberi informasi mengenai dimana lokasi tepatnya Erni tinggal dan
keadaan sekelilingnya.
Hingga akhirnya saya meminta tolong untuk sesekali mengintip apakah suami saya
pernah berkunjung ke sana.
Akibatnya, saya sering berhubungan dengannya untuk mendapatkan informasi lebih
darinya.
Dari sekedar menerima informasi dan meminta tolong lagi,
akhirnya saya tidak dapat menahan lagi penderitaan yang saya alami. Saya
akhirnya sering berkeluh kesah mengenai keadaan rumah tangga saya yang
sebenarnya. Entah kenapa saya lakukan ini.
Eri adalah totally stranger, yang seharusnya sama sekali tidak mengetahui
kondisi intern rumah tangga kami. Tapi bagaimana lagi?
Saya sudah sering berkeluh kesah dengan orang tua mengenai suami saya. Mereka
hanya menyuruh saya untuk bersabar. Dengan adik saya, mereka memang merasa
kasihan kepada saya, namun mereka juga tidak bisa berbuat banyak karena
kesibukan bisnisnya.
Saya juga pernah berkeluh kesah dengan bibi (tante) saya yang belum menikah,
namun dengan cepat dia menjawab, “Waduh, janganlah bicara itu kepada saya, saya
tidak sama sekali tidak tahu masalah seperti itu!”
Kemana lagi saya harus berkeluh?
Pada awal cerita saya kepada Eri, dia memang menganjurkan
agar saya berbicara kepada orang tua saya. Namun itu merupakan anjuran basi
bagi saya.
Eri tidak putus asa. Dia terus memberi dukungan secara moral. Yang membuat diri
saya seolah semakin tenang berada di sisinya untuk mendengarkan dan menerima
dukungannya. Kemudian dia pun membuka rahasia mengenai dirinya. Mengenai siapa
dirinya sebenarnya dan bagaimana kondisi orang tuanya.
Dari situ saya melihat beberapa kemiripan diantara kami berdua. Saya pun mulai
comfortable apabila sudah berada di sisinya. Dan pertemuan pun sering kami
atur. Entah itu berkedok kelompok belajar atau lainnya.
Hingga akhirnya, entah kenapa tumbuh rasa suka saya kepada dirinya, dan di suatu saat Eri memberanikan diri untuk menyentuh tangan saya dan memegangnya. Saya merasakan getaran yang ia jalarkan ke diri saya. Akhirnya tanpa saya sangka, ia mengutarakan perasaannya. Perasaan yang sama dengan apa yang saya rasakan terhadap dirinya.
Singkat cerita, kami mulai sepakat saling mengasihi. Dan kami pun mulai secara rutin bertemu untuk berbagi kasih. Walau pun hanya sebatas di dalam mobil saya.
Kekagetan saya yang berikutnya adalah sewaktu Eri tiba-tiba
mencium bibir saya. Lucu rasanya saya mengenang kejadian tersebut. Seolah saya
adalah seorang gadis yang baru pertama kali dicium oleh pria. Saya tidak tahu
harus bagaimana. Di satu sisi, saya memang mencintainya. Di sisi lain, saya
sudah menikah dan bersuami.
Kembali dia melayangkan kecupan dibarengi dengan sedikit lumatan pada bibir
saya.
Saya tetap tidak berkutik. Hingga akhirnya dia bertanya,”Kenapa tidak dibalas?”
Setelah kami saling tatap untuk beberapa saat. Akhirnya….. saya pun membalas
lumatan bibirnya.
Kisah kasih kami terus berjalan dengan sedikit bumbu saling
cemburu apabila saya terkesan mulai dendengan suami saya, atau saya mendengar
isu bahwa Eri berkenalan dengan seorang gadis. Tapi itu semua tetap tidak
mempengaruhi cinta kami.
Percumbuan kami semakin hangat. Dia pun mulai berani menggerayangi
bagian-bagian tubuh saya. Baik dengan menggunakan tangannya atau dengan
mulutnya.
Buah dada saya yang berukuran 36B ini sudah sering kali menjadi sasaran empuk
mulutnya. Dan saya sangat menikmatinya. Saya pun sering mencumbu dadanya yang
lapang, dan sesekali mempermainkan mulut dan lidah saya di pentilnya. Dia pun
sangat menikmatinya.
Hingga akhirnya permainan kami mengalami peningkatan. Jemarinya mulai terampil
menyusup kepada celana dalamnya dan mempermainkan klitoris saya.
Saya mulai merasakan geli dan nikmat bercampur menjadi satu, terlebih apabila
ia kombinasikan dengan mencumbu tubuh saya.
Kami saling bergantian mencumbu hingga akhirnya pun saya hanyut dalam kebiasaan
melakukan oral sex terhadapnya. Dia begitu surprise saat saya melakukan oral.
filmbokepjepang.com Eri tidak menyangka, seperti halnya saya. Saya bahkan
sempat terheran pada diri saya sendiri. Banarkah saya melakukan ini? Pertama
kali saya melakukan oral sex terhadapnya, memang saya kikuk sekali. Eri hanya
membuka sedikit celana dalamnya hingga kepala penisnya tersembul. Entah kenapa,
saat saya sedang mencumbu tubuhnya, saya sangat terdorong untuk mencumbu
penisnya dan memasukkannya ke dalam mulut saya. Dan sejak saat itu, percumbuan
kami belumlah lengkap apabila saya belum melakukan oral sex terhadapnya. Bagi
saya, saya merasa memiliki hobby baru. Membuatnya nikmat melalui oral sex.
Hingga suatu saat di tengah percumbuan hebat kami dimana
pakaian kami sudah hampir terbuka semua, di jok belakang mobil saya di
pelataran parkir department store “R” yang terletak di jalan yang menggunakan
nama seorang pangeran, ia mengangkat rok saya dan menyingkap sedikit celana
dalam saya, lalu kemudian dengan cepat dan lembutnya, Eri mencumbu dan menyapu
vagina saya dengan lidahnya. Sungguh saya dibuatnya kaget dan bingung yang
bukan kepalang. Suami saya sama sekali tidak pernah melakukan hal ini terhadap
saya. Di tengah kebingungan itu, saya sama sekali tidak tahu harus berbuat apa.
Saya mencintainya, tapi saya sama sekali tidak menyangka hingga sejauh ini
kisah asmara kami. Begitu lembutnya dia mempermainkan klitoris saya dengan
sapuan lidahnya, hingga akhirnya rasa bingung itu lenyap ditelan rasa geli dan
nikmat yang sudah menjalar di sekujur tubuh saya. Saya hanya bisa meremas
rambut kepalanya, menekan kepalanya lebih dekat di vagina saya yang kian
membasah. Kenikmatan itu juga yang akhirnya membuat saya mengangkat kedua paha
dengan lebih membuka kangkangan keduanya.
Setelah kurang lebih lima belas menit dia menjilati klitoris saya dengan
berbagai cara, saya disuruhnya rebah di jok belakang dan segera dia menindih
saya. Rupanya Eri telah menurunkan celananya tanpa sepengetahuan saya sewaktu
saya masih melayang-layang.
Dengan cepat Eri menyodorkan penisnya menuju bibir vagina saya. Dan
mempermainkan kepala penisnya di bibir vagina saya. Saya kembali menggelinjang.
Sama sekali tidak terbesit di benak saya, bahwa kami masih bermain di area
parkir sebuah pusat belanja yang terletak di jalan “D”. Yang suatu saat dapat
dipergoki satpam.
Kembali saya tersentak hebat saat kepala penisnya menggesek-gesek klitoris saya
dengan agak kuat. Tubuh saya mulai bergetar hebat. Apa ini yang dinamakan
luapan birahi?
Karena vagina saya yang sudah basah sejak tadi, Eri tidak mendapat kesulitan
untuk akhirnya dengan cepat dan lembut menyelipkan penisnya di liang vagina
saya.
Saya kembali tersentak dalam sejuta kenikmatan. Sebuah benda
yang besar dan panjang menyelinap masuk secara perlahan, sehingga menimbulkan
gesekan halus pada klitoris saya. Tubuh saya mengejang sesaat.
Tiba-tiba muncul rasa heran yang amat sangat dalam diri saya.
Selama ini saya tidak pernah merasakan nikmatnya sex dengan suami saya. Yang
saya tahu selama ini, sex adalah menyakitkan. Saya hanya menjadi mesin pemuas
nafsu sex suami saya tanpa peduli apakah saya menikmatinya atau tidak. Nikmat
sex seolah-olah hanya dongeng belaka di telinga saya.
Tapi Eri… seolah-olah dia kini memberikan bukti bahwa nikmat sex itu ada. Dan
nyata.
Kini saya sadar sepenuhnya. Saya semakin mencintainya. Saya pun kembali larut
dalam kebahagiaan nikmatnya sex. Saya pun menyambut cintanya, juga menyambut
goyangannya tidak kalah hebat. Seolah saya ingin menumpahkan dan mencapai
kenikmatan sex yang baru saya rasakan dan ingin memberitahunya untuk bersama
menikmati sex ini sepuas-puasnya.
Entah berapa lama kami bercinta dan saling berpacu dalam nafsu birahi di dalam
mobil Genio berwarna gelap bernomor polisi D* 1**9 **. Akhirnya dia membiarkan
saya selesai terlebih dahulu. Sungguh saya tidak menyangka bahwa kenikmatan sex
itu begitu indah, menyenangkan dan memuaskan. Saya pun dibuatnya lemas dan
tidak bertenaga, terkapar di jok mobil. Telentang tidak berdaya, dengan rasa
sejuta bahagia dan kepuasan yang tidak ternilai. Sementara Eri akhirnya
mempercepat ritme ayunan pinggulnya dan saya merasakan adanya semburan hangat
di dalam vagina saya. Semburan sperma Eri.
Saya sempat khawatir akan kehamilan akibat hubungan kami.
Tapi Eri segera berbisik bahwa dia ingin saya hamil dan membesarkan anak
tersebut.
Berangsur-angsur kekhawatiran saya menghilang. Di satu sisi, keinginan saya
untuk hamil bisa saja terkabul. Dan ini yang saya tunggu.
Akhirnya siasat pun diatur, apalagi golongan darah Eri sama persis dengan suami
saya.
Sejak saat itu, kami pun rutin melakukan hubungan sex untuk saling meluapkan
cinta dan memuaskan nafsu birahi kami, dimana pun kami sempat. Bahkan pernah di
ruangan kantor saya pada saat sepi, Eri meminta saya untuk berdiri membungkuk
di tepi meja kerja saya dan dia menyetubuhi saya dari belakang dengan terlebih
dahulu mengangkat rok dan menurunkan celana saya dan kemudian mempermainkan
vagina saya dengan lidahnya yang kasat.
Kini bukan saja suami saya yang berselingkuh. Saya pun turut terjerumus dalam dunia perselingkuhan. Perselingkuhan yang saya rasa adalah abadi. Apakah ini semua karena cinta sejati saya dengan Eri?
Apakah karena awalnya kawin paksa oleh ayah saya, hingga
tidak pernah ada cinta antara saya dan suami saya?
Hingga kini hubungan saya dan Eri telah berusia dua tahun, baik hubungan
komunikasi maupun secara sexual. Kami tetap saling memperhatikan, mengasihi,
menjaga dan juga saling mengisi kekurangan satu sama lain. Seperti layaknya
suami istri sejati.
Kini saya sudah tidak peduli lagi terhadap apa yang
dilakukan suami saya. Anak kandung saya dari hasil hubungan intim saya dengan
Eri dan anak angkat saya pun lebih dekat dengan Eri ketimbang suami saya. Entah
kenapa, saya sangat berbahagia menjalani semua ini. Saya sudah menemukan cinta
sejati saya.
Untuk Eri, apabila Anda membaca cerita ini, saya ingin mengatakan kepada Anda
bahwa kami bertiga sangat mencintai dan merindukanmu.
Salam dari Surya, putra kandungmu dan Nindi, putri angkatku.
TAMAT